News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Bank Indonesia Siap Kerek Suku Bunga Acuan untuk Stabilkan Rupiah

Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gubernur BI Agus Martowardojo

Laporan Reporter Tribunnews, Syahrizal Sidik

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Bank Indonesia memberikan sinyal untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate. Hal itu mempertimbangkan kondisi perekonomian dalam negeri seiring dengan pelemahan nilai tukar rupiah belakangan ini.

Merujuk Bloomberg, mata uang garuda pada perdagangan hari ini melemah ke level Rp 14.084 per dolar AS atau terdepresiasi 32 poin setara 0,23 persen dibandingkan perdagangan kemarin di level Rp 14.052 per dolar AS.

Sedangkan berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, posisi rupiah pada perdagangan hari ini berada di level Rp 14.074 per dolar AS atau terdepresiasi 38 poin dari perdagangan sebelumnya Rp 14.036 per dolar AS.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengemukakan, pihaknya mempersiapkan langkah kebijakan moneter yang tegas dengan menaikkan suku bunga kebijakan BI 7-day Reverse Repo Rate.

“Ini dilakukan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah guna memastikan keyakinan pasar dan kestabilan makro ekonomi nasional tetap terjaga,” kata Agus dalam keterangan pers, Rabu malam (9/5/2018) di Jakarta.

Baca: Inneke Koesherawati Dambakan Buka Puasa Bareng Suami di Rutan

Baca: Clear, Suzuki All New Ertiga Tidak Untuk Taksi. Sorry Ya

Menurut Agus, pelemahan Rupiah yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir merupakan dampak dari menguatnya dolar AS secara berskala luas (broadbased) terhadap seluruh mata uang, sehubungan dengan semakin solidnya ekonomi AS di tengah lambatnya pemulihan ekonomi di berbagai kawasan.

Dalam catatan Bank Indonesia, nilai tukar Rupiah secara year to date (ytd) per 8 Mei 2018 melemah 3,44 persen sedangkan Peso Filipina melemah 3,72 persen, Rupee India 4,76 persen, Real Brasil 6,83 persen, Rubel Rusia 8,93 persen dan Lira Turki 11,51 persen.

Agus bilang, tekanan pada nilai tukar mata uang negara-negara maju lainnya juga besar. Indonesia telah mengalami beberapa tekanan yang cukup besar seperti saat ini dalam lima tahun terakhir sejak bank sentral AS melakukan program tapering off di tahun 2013.

“Bank Indonesia meyakini bahwa Indonesia akan berhasil melewati tekanan saat ini dengan baik dengan perekonomian yang tetap tumbuh berkesinambungan dan stabil,” imbuh Agus.

Kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia itu tercermin dari data realisasi pertumbuhan PDB Triwulan IV 2017, serta pertumbuhan PDB Triwulan I 2018 sebesar 5,06 persen secara tahunan yang tetap stabil, kuat, dengan struktur ekonomi yang lebih baik.

Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2018 merupakan capaian tertinggi di pola musiman triwulan I sejak tahun 2015.

Permintaan domestik yang meningkat pada triwulan I 2018 juga didukung oleh investasi yang naik dan konsumsi swasta yang tetap kuat.

Sementara itu, kestabilan inflasi tetap terjaga pada level rendah sesuai target 3,5 plus minus 1 persen.

Untuk menjaga kesinambungan pemulihan ekonomi, kata Agus, bank sentral terus menempuh langkah-langkah stabilisasi yang diperlukan termasuk terus melanjutkan intervensi di pasar valuta asing secara terukur.

Termasuk, melakukan stabilisasi di pasar Surat Berharga Negara (SBN), dan mengoptimalkan berbagai instrumen operasi moneter valas dan Rupiah, termasuk membuka lelang Forex Swap untuk menjaga ketersediaan likuditas Rupiah dan menstabilkan suku bunga di pasar uang untuk memastikan tekanan terhadap nilai tukar Rupiah terkelola dengan baik.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini