TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kuasa Hukum PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFI) Anthony P. Hutapea secara tegas menolak klaim sepihak dan somasi PT Aryaputra Teguharta (APT) terkait kepemilikan saham di perusahaan.
Dalam surat balasannya kepada Hutabarat Halim & Rekan, kuasa hukum APT, tertanggal 23 Mei 2018, Anthony menyatakan bahwa Putusan Mahkamah Agung (MA) RI no 240 PK/pdt/2006 tanggal 20 Februari 2007 tidak ada kalimat yang menyebutkan “saham-saham APT di BFI dan 32,32%” yang disebutkan PT APT. Selain itu amar putusan PK 240/2006 itu juga tidak menyebutkan jumlah lembar saham PT APT di BFI.
“Silahkan ditunjukkan kepada kami apakah ada kalimat dalam PK 240/2006 itu yang menyebutkan saham-saham APT di BFI. Kemudian juga tolong ditunjukkan kepada kami apakah PK yang sama juga menyebutkan berapa jumlah lembar saham PT APT di BFI. Faktanya, semua klaim itu tidak ada dalam putusan PK 240/2006,” tegas Anthony dalam keterangan resminya yang diterima pada Kamis (24/5/2018).
Anthony juga menyampaikan, apabila sebuah amar putusan pengadilan kabur atau tidak jelas atau tidak memberikan secara terperinci apa yang menjadi hak dan kewajiban para pihak, serta tidak menyebutkan secara jelas obyek sengketa, maka putusan tersebut merupakan putusan yang tidak bisa dieksekusi. Bahkan di mata hukum adalah putusan yang batal demi hukum dan tidak berkekuatan hukum tetap.
Atas dasar itu, Anthony melanjutkan, sejak tahun 2007 Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menetapkan bahwa pelaksanaan eksekusi perkara atas putusan PK 240/2006 20 Februari 2007, yang teraftar di PN Jakarta Pusat dengan nomor 079/2007 tanggal 10 Oktober 2007, tidak dapat dilaksanakan alias non-executable.
“Pihak APT juga tidak mengajukan upaya hukum apapun terkait putusan itu, seperti misalnya mengajukan kasasi terhadap penetapan tersebut. Artinya penetapan PN Jakarta Pusat no 079/2007 tanggal 10 Oktober 2007 itu telah berkekuatan hukum tetap dan mengikat,” lanjut Anthony.
Menurut Anthony, fakta bahwa keputusan Ketua PN Jakarta Pusat No 79/2007 itu telah berkekuatan hukum tetap dan mengikat dapat dibuktikan dengan konsistensi putusan Ketua PN Jakarta Pusat terhadap berbagai upaya APT untuk meminta eksekusi PK 240/2007 tersebut.
Sejak tahun 2009 sampai 2014, empat orang Ketua PN Jakarta Pusat yang berbeda telah 4 kali menolak permohonan APT untuk mengeksekusi PK 240/2006 itu. Ketua PN Jakarta Pusat konsisten menyatakan bahwa penetapan 079/2007 yang menyatakan bahwa putusan PK 240/2006 non-executable alias tidak bisa dieksekusi.