Laporan Reporter Kontan, Arsy Ani Sucianingsih
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyerapan belanja negara dinilai belum optimal. Mirisnya, hal ini setiap tahun terjadi.
Sekjen Sekretariat Nasional (Seknas) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto mengatakan, bukan hanya dalam tingkat pemerintah pusat, tapi tingkat pemerintah daerah juga seperti itu.
“Di kuartal II penyerapannya tidak sesuai dengan harapan, paling di bawah 40% - 50%,” ujarnya, Minggu (27/5/2018).
Penyerapan anggaran yang tidak maksimal baik itu di Kementerian lembaga, ataupun di daerah. Di sisi lain, perencanaan kegiatan yang kurang baik, lalu beberapa kegiatan belum mendapatkan persetujuan dari komisi terkait di DPR.
Selain itu, keterlambatan dalam pengelolaan kegiatan, masalah pendanaan atau pembebasan lahan itu menjadi sebuah hal yang menjadi hambatan dalam pengelolaan keuangan.
“Termasuk kemarin hasil public expenditure dan financial accountability (Pefa) itu menilai bahwa Indonesia untuk belanja pemerintah dinilai C, di bawah rata-rata. Ini menjadi sebuah PR juga bagi pemerintah untuk memperbaiki secara administrasi dan sistemnya,” jelasnya.
Baca: Lima Hal Tentang Alif Hidayat, Bocah Yatim yang Berbuka dan Sahur dengan Garam dan Mimpi-mimpinya
Baca: Bidik Milenial, Suzuki Nex II Siap Jadi Pesaing Honda BeAT, Dibanderol Mulai Rp 13,950 Juta
Dia menambahkan, proses penganggaran belum didasarkan pada suatu hasil monitoring dan evaluasi yang memadai dari pelaksanaan kegiatan.
Di beberapa hasil kajian Seknas Fitra baik di tingkatan daerah maupun pusat monitoring dan evaluasinya masih pada sisi kuantitatif.
“Jadi penyerapan anggaran selesai 80% 90% ya terus? Seharusnya yang dipertanyakan kualitasnya bagaimana sampai outcome-nya seperti apa,” Jelasnya.
Terkait belanja pegawai, dia menilai hal itu masih menjadi persoalan yang ke depan harus diuubah. "Karena logika terbalik reformasi birokrasi ini kan masih berjalan dan reformasinya lebih kepada asupan alokasi, bukan sistemnya yang harus dirombak."