TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) pada Mei 2018 lalu telah menaikkan suku bunga acuan 50bps menjadi 4,75%.
Kenaikan ini bertujuan untuk meredam fluktuasi rupiah yang terjadi belakangan ini. Namun beberapa analis mengkhawatirkan efek kenaikan bunga acuan ini ke risiko kredit bermasalah (NPL).
Maryono, Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN) bilang kenaikan suku bunga acuan ini akan menaikkan biaya dana.
"Hal ini akan ditransfer ke suku bunga kredit dan jika ini dilakukan akan berpotensi mengurangi kemampuan bayar nasabah," kata Maryono ketika ditemui setelah bukber BUMN, Senin (4/6).
Oleh karena itu, terkait ini bank harus hati-hati dalam menaikkan suku bunga kredit agar tak terlalu berpengaruh ke NPL.
Maryono juga memastikan bahwa terkait kenaikan suku bunga acuan ini tak akan teralu berpengaruh ke target pertumbuhan kredit. Iman Nugroho Soeko, Direktur BTN menambahkan terkait kenaikan bunga acuan efeknya kecil ke NPL.
Suprajarto Direktur Utama BRI bilang efek kenaikan bunga acuan ke bunga kredit relatif kecil. "Karena kebanyakan portofolio kredit BRI adalah UMKM," kata Supra ketika ditemui dikesempatan yang sama.
Kartika Wirjoatmodjo, Direktur Utama Bank Mandiri bilang efek kenaikan bunga acuan ke NPL masih belum terasa.
"Karena kami belum mem-pass on kenaikan suku bunga acuan ke bunga kredit nasabah," kata Tiko ketika ditemui dikesempatan yang sama.
Tiko mengaku terkait kenaikan suku bunga acuan bank tetap akan melakukan penyesuaian dengan kenaikan JIBOR (Jakarta Interbank Offered Rate).
Jika kenaikan bunga acuan yang ada saat ini yaitu 50bps efeknya ke bunga kredit menurut Tiko tak terlalu terasa.
Tiko masih optimistis target pertumbuhan kredit perbankan 10%-12% tahun ini masih bisa tercapai.