Negara yang sejauh ini menerapkan cukai likuid vape tertinggi adalah Rusia 81,17% dan Portugal dengan tarif 62,92%.
Harga jual di tingkat konsumen untuk produk ini pun bervariasi. Jika harga mesin rokok elektrik mencapai Rp 300.000-Rp 2 juta per unit, maka likuid esence yang akan dikonsumsi mencapai Rp 90.000–Rp 300.0000.
Ketua Humas Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Rhomedal Aquino memastikan penerapan cukai untuk likuid vape ini sangat memberatkan pelaku usaha.
Selama ini pelaku usaha likuid vape adalah industri kecil dan menengah yang menggantungkan hidup pada bisnis ini.
Bila rencana ini tetap akan dijalankan, maka hampir dipastikan 5.000 toko yang menjajakan likuid vape selama ini bakal tutup dan mati.
Bahkan, dia menilai tak perlu menunggu waktu dalam hitungan tahun untuk menggulung industri ini, karena bila berlaku penuh kebijakan ini, maka dalam enam bulan sudah bisa dilihat dampaknya.
Ia juga mengkritik angka 57% yang menjadi pilihan bagi pemerintah menerapkan aturan ini.
Selain baru pertama kali menerapkannya, pemerintah juga tak mengacu pada negara Eropa yang hanya menetapkan cukai ini pada batas 20%. Bahkan, Korea Selatan yang sesama negara Asia hanya 16,7%.
Sebenarnya selain cairan rokok elektrik, pemerintah juga akan menerapkan beberapa cukai baru, seperti cukai plastik dan cukai minuman berpemanis.
Bahkan potensi penerimaan cukai plastik sudah dimasukkan dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2018.
Namun sampai hari ini, kebijakan cukai plastik belum juga dijalankan.
Ditjen Bea dan Cukai beralasan, selain banyak menimbulkan pro dan kontra, belum direalisasikannnya penggenaan cukai plastik karena menunggu pembahasan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).