TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT First Media Tbk (KBLV) menggugat Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Post dan Informatika (Ditjen SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika ke Pengadilan Tata Usaha Negera (PTUN) Jakarta.
Dalam gugatannya, First Media meminta penundaan pelaksanaan pembayaran biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi radio yang akan jatuh tempo pada 17 November 2018.
First Media juga meminta penundaan segala tindakan atau paksaan yang dapat dilakukan Kominfo dalam penagihan pembayaran BHP frekuensi radio sebagai akibat hukumnya.
Tak hanya itu, First Media meminta penundaan pengenaan sanksi dalam bentuk apapun baik teguran, denda, penghentian sementara, dan pencabutan izin sampai dengan adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap atau inkracht hingga adanya kesepakatan bersama.
Berdasarkan data laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, Harianda Noerlan mewakili sebagai pihak penggugat mendaftarkan gugatannya kepada Ditjen SDPPI ini dengan nomor perkara 266/G/2018/PTUN.JKT.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika melayangkan surat peringatan kepada First Media TBK (KBLV) dan Bolt untuk membayar tunggakan biaya penggunaan frekuensi radio sejak 2016. Tagihan Kominfo berasal dari Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi radio 2,3 GHz yang belum dibayar perusahaan itu senilai Rp 500 miliar.
Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara mengungkapkan, pihaknya menunggu pembayaran dari perusahaan penyedia jaringan internet itu hingga 17 November 2018. Bila melewati tanggal itu, First Media dan Bolt terancam dicabut izin penggunaan frekuensinya.
"Penggunaan frekuensinya kalau tidak ada settlement sampai 17 November, kalau tidak itu bisa dicabut izin penggunaan frekuensinya," kata Rudiantara di XL Axiata Tower, Jakarta, Selasa (13/11/2018).
"Akibatnya nanti masyarakat pengguna atau pelanggan yang gunakan layanan BWA di 2.3 GHz akan kehilangan layanan," lanjutnya.