Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ria Anatasia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengungkapkan, pihaknya telah menerima lebih dari 200 aduan konsumen terkait layanan Financial Technologi (Fintech) hingga pertengahan November tahun ini.
"Banyak sekali. Kita pusing menerima aduan (tentang fintech). Terakhir ada 200-an, bulan lalu seratus sekarang dua ratusan lebih. Kalau di LBH (Lembaga Bantuan Hukum) mereka mengatakan ada 700-an," katanya saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta, Jumat (16/11/2018).
Tulus mengatakan, kebanyakan konsumen menyampaikan keluhan soal tingginya suku bunga hingga teror oleh penagih hutang dari penyedia jasa fintech.
Masyarakat lainnya, lanjutnya, melapor ke YLKI setelah merasa data pribadi mereka disalahgunakan.
"Ada itikad tidak baik juga dari pihak fintechnya, karena pengaduan yang saya terima mereka bisa menyadap data termasuk foto. Ada pengaduan konsumen dia punya foto pribadi, cewek berbaju minim, itu disebar ke mitranya sebagai bentuk tekanan psikologis agar dia mengembalikan (pinjaman)," papar Tulus.
Tulus menilai, banya terjadinya pelanggaran itu disebabkan pemahaman konsumen tentang fintech masih rendah.
Ia mengimbau agar konsumen lebih berhati-hati dan jeli dalam membaca syarat dan ketentuan sebelum menggunakan layanan fintech.
"Literasi konsumen terkait digital itu masih rendah sehingga ketidakpahaman literasi konsumen tidak memahami persoalan-persoalan teknis di dalam masalah itu. Ini harusnya masyarakat lebih cerdas karena berinteraksi dengan digital dan finansial," ujar Tulus.
"Rata-rata hanya tahu di mengeklik next, next, dan terjebak pada aturan itu. Padahal dia harusnya membaca tata aturan berapa persen mengembalikan, berapa persen dendanya. Mustinya dia tahu," sambungnya.
Tulus juga meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bertindak tegas kepada penyedia jasa layanan fintech yang melanggar aturan.
"Sekali lagi kami mendesak OJK untuk melakukan aksi yang lebih tegas untuk memblokir fintech yang tidak berizin, tapi sudah beroperasi. Kedua, sanksi tegas fintech yang sudah berizin tapi melanggar ketentuan," pungkasnya.