Laporan Reporter Tribunnews, Syahrizal Sidik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sektor jasa keuangan Indonesia hingga akhir 2018 menunjukkan kondisi yang stabil dengan kinerja intermediasi yang berada pada level positif.
Kinerja positif tersebut ditopang oleh fundamental ekonomi domestik yang masih terjaga, fundamental kinerja emiten yang relatif stabil, serta didukung oleh berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia.
“Kinerja fungsi intermediasi sektor jasa keuangan selama 2018 berjalan cukup baik,” kata Ketua Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso, Rabu (19/12/2018) di Jakarta.
Baca: 2 Pekan Bekerja Pengasuh Gempita Mengundurkan Diri, Ini Kata Gisel Hingga Singgung Koneng
Berdasarkan pantauan OJK, meskipun diwarnai oleh peningkatan tekanan di pasar, profil risiko sektor jasa keuangan secara umum terkelola dengan baik. Kecukupan tingkat permodalan dan likuiditas Lembaga Jasa Keuangan (LJK) domestik berkontribusi terhadap ketahanan LJK di tengah meningkatnya tekanan di pasar keuangan.
"Dalam upaya menjaga stabilitas sistem keuangan, OJK memberikan perhatian pada penguatan surveillance dan protokol manajemen krisis, serta penguatan koordinasi dengan pihak-pihak terkait yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)," kata Wimboh.
Kegiatan pemantauan (surveillance) dilaksanakan secara berkala dan komprehensif bersama dengan anggota KSSK agar dapat mengidentiflkasi potensi risiko dan kerentanan di sektor jasa keuangan.
"Kami yakin dengan sinergi yang baik sesama anggota KSSK dapat mampu mengatasi berbagai macam tekanan global yang dihadapi saat ini," jelasnya.
Kinerja intermediasi sektor jasa keuangan hingga akhir 2018 cukup baik.
Pertumbuhan kredit per November 2018 yang tumbuh 12,05 persen secara tahunan serta diiringi tingkat kesehatan yang cukup baik tercermin dari Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan sebesar 23,32 persen serta rasio Non-Performing Loan (NPL) gross dan net perbankan tercatat masing-masing 2,67 persen dan 1,14 persen.
Pada Industri Keuangan Non Bank, pembiayaan yang disalurkan perusahaan pembiayaan tumbuh sebesar 5,14 persen secara tahunan dengan tingkat Non-Performing Financing (NPF) berada pada level 2,83 persen (gross) dan 0,79 persen (nett).
Pembiayaan yang disalurkan melalui Fintech juga menunjukkan pertumbuhan signifikan dengan nilai outstanding pembiayaan sebesar Rp 3,9 triliun serta rasio NPF yang rendah yaitu 1,2 persen.
Pada Industri Pasar Modal, penghimpunan dana di pasar modal masih cukup tinggi mencapai Rp 162,3 triliun. “Jumlah ini cukup positif di tengah tekanan ekonomi global,” jelas dia.
Baca: Harga Emas Aneka Tambang Pagi Ini Terpangkas Rp 5.000 Per Gram
Industri jasa keuangan syariah juga tumbuh positif selama 2018 tercermin dari pertumbuhan aset perbankan syariah dan pembiayaan syariah (BUS +UUS), serta aset IKNB syariah per oktober 2018 masing-masing tumbuh 7,09 persen, 9,52 persen dan 0,59 persen.
Baca: Harga Emas Aneka Tambang Pagi Ini Terpangkas Rp 5.000 Per Gram
Sementara itu, per 18 Desember 2018, NAB Reksa Dana Syariah, sukuk negara dan sukuk korporasi meningkat masing-masing 20,98 persen, 17,20 persen dan 40,48 persen.
Menurut Wimboh, kinerja sektor jasa keuangan yang cukup baik ini didukung oleh berbagai macam inisiatif yang di luncurkan OJK baik untuk mendukung pertumbuhan ekonomi maupun menyediakan sumber dana pembiayaan jangka panjang.
Untuk mendorong peningkatan peran serta keuangan syariah dalam mendukung penyediaan sumber dana pembangunan, OJK memfasilitasi pendirian Bank Wakaf Mikro (LKM Syariah) dan pelaksanaan kegiatan sosialisasi terkait keuangan syariah bekerjasama dengan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) dan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS).
Terdapat 41 Bank Wakaf Mikro dengan nilai pembiayaan sebesar 9,72 milliar dan melibatkan 8.373 debitur.
OJK juga mendorong emiten infrastruktur untuk fund raising di Pasar Modal dimana tercatat 24 penawaran umum yang dilakukan 22 Emiten sektor infrastuktur melakukan fund raising melalui Pasar Modal dengan total nilai emisi Rp 28,05 triliun.