Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi VII DPR RI menggelar rapat bersama Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot, Irjen KLHK Ilyas Saad, Dirut Inalum Budi Gunadi Sadikin, dan Dirut Freeport Indonesia Tony Wenas.
Rapat dengar pendapat (RDP) itu dimulai sekira pukul 15.30 WIB, dibuka dengan pemaparan dari masing-masing pejabat tersebut dan laporan terkait divestasi saham PT Freeport Indonesia.
Baca: Fraksi Demokrat Usul Dibentuk Pansus Divestasi Saham Freeport
Seiring berjalannya rapat, Komisi VII DPR RI terus mempertanyakan alasan kenapa Freeport harus dibeli sekarang, tidak menunggu sampai kontrak karya (KK) habis di 2021.
Topik tersebut mulanya dilontarkan oleh Anggota Komisi VII Fraksi Gerindra Ramson Siagian saat mendapat kesempatan melakukan pendalaman.
"Ini memang menjadi pertanyaan publik, bisa menjelaskan kenapa dipaksakan tidak menunggu 2021," kata Ramson di Ruang Rapat Komisi VII Jakarta, Selasa (15/1/2019).
Jawabannya pun sudah sering dijelaskan berkali-kali oleh para pejabat terkait.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono pun menjawab.
Dia menerangkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 , KK yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap berlaku sampai jangka waktu berakhirnya kontrak.
Sementara, dalam Pasal 31 KK Tahun 1991, memiliki jangka waktu 30 tahun dan perusahaan akan diberikan untuk memohon 2 kali perpanjangan masing-masing 10 tahun berturut-turut dengan syarat disetujui pemerintah.
Pemerintah tidak akan menahan atau menunda persetujuan yang tidak wajar.
"Kontrak 1991 memiliki jangka waktu 30 tahun dan perusahaan akan diberikan hak memohon 2 kali perpanjangan masing-masing 10 tahun berturut-turut dengan syarat disetujui pemerintah, pemerintah tidak akan menahan atau menunda secara tidak wajar," terangnya.
Wakil Ketua Komisi VII Muhammad Nasir kemudian memotong penjelasan Bambang Gatot.
"Pemerintah kan juga bisa menolak? Kenapa tidak menolak?" tanya Nasir.
Bambang Gatot kemudian menerangkan, pemerintah memang bisa menolak. Namun, itu berpotensi menimbulkan perselisihan yang bisa dibawa ke arbitrase.
Rapat pun berkutat membahas persoalan yang sama sampai pukul 17.50 WIB, rapat diskors untuk ibadah salat Maghrib.
Sekira pukul 19.00 WIB, pimpinan rapat membuka kembali RDP, namun hanya untuk menutup rapat tersebut dan menunda pembahasannya sampai minggu depan.
Baca: Limbah Tailing PT Freeport Indonesia Disebut Bisa Dimanfaatkan untuk Bahan Bangunan
"Rapat saya tutup dan kita tunda sampai minggu depan," ujar Nasir.
Rapat pun ditutup pukul 19.02 WIB, tanpa memberikan hasil diskusi yang jelas.