News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2019

Sejumlah Pengamat Sebut Debat Capres Belum Banyak Menyentuh Subtansi yang Strategis

Penulis: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Calon Presiden nomor urut 01 Joko Widodo bersama dengan Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto saat melakukan Debat Kedua Calon Presiden Pemilu 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2/2019). Debat kedua kali ini beragendakan penyampaian visi misi bidang Infrastruktur, Energi, Pangan, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

“Ke depan yang perlu diperkuat adalah bagaimana dampak pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi bisa lebih dipercepat dan dirasakan dampaknya,” kata Deni.

Memang akan perlu waktu, dan juga bagaimana mencari keseimbangan antara pembangunan infrastruktur untuk pertumbuhan dan pemerataan, dan yang lebih bisa menciptakan dampak multiplier.

Pembangunan infrastruktur juga perlu dibiayai secara berkesinambungan, tidak saja dari APBN, perlu managemen risiko yang baik untuk peran serta BUMN maupun pola PPP (Public Private Partnership), dan perbaikan kerangka peraturan dan insentif untuk menarik minat swasta.

Perubahan 3 Mindset

Dari diskusi juga terungkap bahwa dalam tantangan pembangunan ke depan Indonesia membutuhkan sedikitnya tiga perubahan kerangka pikir (mindset change) yaitu mainstreaming pembangunan berkelanjutan di semua sektor yang tidak terbatas kepada isu lingkungan hidup dan perubahan iklim, tetapi kepada semua target pembangunan berkelanjutan (target sosio-ekonomi), pemerataan kesempatan kerja (job creation), dan role of state atau peran kehadiran negara baik dari sisi regulasi dan penentuan kepentingan rakyat banyak,serta peran BUMN.

“Ketiga isu atau mindset change ini perlu muncul dalam debat capres mendatang,” kata Mari Pangestu.

Isu pembangunan berkelanjutan atau climate change tidak hanya semata-mata untuk memenuhi komitmen pemerinta terhadap kesepakatan Paris, tapi yang sangat penting adalah untuk kebutuhan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

Jika Indonesia lalai menerapkan isu perekonomian Indonesia akan terbebani oleh biaya yang muncul dari dampak kerusukan dari climate change dan ini akan mengerus potensi perekonomian.

Tanpa memperhatikan isu ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di kawasan merah atau di bawah 5 persen per tahun, dan sebaliknya jika isu ini mendapat perhatian lebih serius, ekonomi Indonesia berpotensi tumbuh sampai 6 persen, bahkan bisa lebih.

“Jadi pembangunan berkelanjutan dan tindakan yang dilakukan harus dilihat sebagai investasi sekarang untuk kebutuhan dan pembangungan ekonomi ke depan,” kata Mari.

Pola kebijakan ke depan juga harus memperhatikan pemerataan kesempatan kerja yang berimbang dalam pembangunan, dan ini harus menjadi kinerja semua program yang dicanangkan pemerintah.

Role of state harus lah berbasis “akal sehat”, agar peran negara dan pengunaan dana negara, menjadi efektif dan dengan kinerja yang terukur dari segi dampaknya kepada rakyat dan pembangunan, dan dari segi cost-benefit. Peran negara yang dimaksud mulai dari sisi regulasi yang menghadirkan negara sampai dengan di BUMN.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini