Akan tetapi pembiayaan infrastruktur melalui utang luar negeri tak selalu berjalan mulus, ada beberapa negara yang gagal bayar atau bangkrut.
"Jadi ada bad story dan success story. Yang bad story itu Angola, Zimbabwe, Nigeria, Pakistan dan Sri Lanka," kata Rizal, Selasa (12/3/2019).
Negara-negara itu membangun proyek infrastruktur lewat utang, dan tidak bisa bayar utang. "Banyak beberapa negara, di antaranya Angola mengganti nilai mata uangnya. Zimbabwe juga," kata Rizal.
Rizal mengatakan, dengan demikian pemerintah perlu kehati-hatian dan kecermatan dalam mengelola utang luar negeri terutama yang berkaitan untuk pembangunan infrastruktur.
Pada akhir 2014, utang pemerintah Indonesia mencapai Rp 2.609 triliun dengan rasio 24,7 persen terhadap PDB. Sedangkan hingga akhir 2017, utang pemerintah mencapai Rp 3.942 triliun dengan rasio 29,4 persen.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) utang luar negeri Indonesia pada akhir Januari 2018 meningkat 10,3 persen secara year on year menjadi 357,5 miliar dollar AS atau sekitar Rp 4.915 triliun, memakai kurs Rp 13.750 per dollar AS.
Adapun rinciannya adalah 183,4 miliar dollar AS atau setara Rp 2.521 triliun utang pemerintah dan 174,2 miliar dollar AS atau setara Rp 2.394 triliun utang swasta.
Pemerintah Nyatakan Aman
Meski tercatat memiliki utang luar negeri kepada China, Pemerintah memastikan Indonesia aman dari ancaman Chinese Money Trap.
Bahkan soal Chinese Money Trap diangkat menjadi tema sebuah video YouTube oleh akun Nas Daily pada 1 Maret 2019.
Menurut Kepala Biro Layanan Komunikasi Kementerian Keuangan, Nufransa Wira Sakti, Indonesia memiliki utang sejumlah Rp 22 triliun kepada China per akhir 2018.
Namun, Nufransa menyebut utang Indonesia masih aman dan tidak akan terdampak Chinese Money Trap.
Hal itu dikarenakan beberapa hal, misalnya utang dilakukan dengan penuh kehati-hatian sesuai dengan undang-undang yang ada, juga mempertimbangkan perbandingan rasio utang dengan tingkat pendapatan negara.
Nufransa menjamin kebenaran hal tersebut. "Dipastikan tidak akan terjadi. Bahkan di video tersebut juga tidak disebutkan tentang Indonesia," ujar Nufransa.