Ketua Umum Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB) Achmad Mangga Barani mengatakan, semua komponen bangsa harus memahami bahwa sawit merupakan komoditas strategis.
Kalau dinyatakan strategis dan penting bagi negara dari sisi ekonomi, maka semua aturan atau perangkat hukum yang menghambat harus diperbaiki.
“Selama ini dari sisi peraturan kan banyak hambatan, banyak aturan yang menghambat industri sawit. Tapi di sisi lain, dia dinyatakan sebagai komoditas strategis. Jadi diperlukan adanya UU khusus yang mengatur soal sawit,” kata Mangga Barani.
Mantan Dirjen Perkebunan ini menjelaskan, bahwa saat ini memang sudah ada UU No 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Namun UU tersebut tidak bisa menyelesaikan persoalan di industri sawit.
Sebab UU Perkebunan tersebut berlaku untuk seluruh komoditas perkebunan dan hanya mengatur di on farm atau di hulunya saja, tidak mengatur di hilir.
Padahal masalah di sawit tidak hanya terjadi di on farm saja, tapi juga di hilir karena sawit ini sudah menjadi sebuah industri.
Mangga Barani mencontohkan saat ini ada sekitar 200 pabrik kelapa sawit (PKS) yang tidak memiliki kebun sawit. Bila mengacu pada UU Perkebunan, keberadaan PKS tersebut ilegal.
Sebab dalam UU Perkebunan dinyatakan bahwa pabrik yang mengolah komoditas perkebunan wajib mengolah minimal 20% bahan baku dari kebunnya sendiri.
Menurut Mangga Barani, keberadaan PKS tersebut seiring dengan berkembangnya perkebunan kelapa sawit swadaya yang dimiliki para petani. Bila melihat UU yang berlaku saat ini, sebenarnya keberadaan PKS tersebut ilegal.
“Namun apakah harus dibongkar pabrik-pabrik tersebut? Kalau pabrik tersebut ditutup, lantas tandan buah segar (TBS) petani mau diolah di mana? Justru kalau ditutup, itu akan menimbulkan persoalan yang lebih besar lagi,” ujar Mangga Barani.
Oleh karena itu, kata Mangga Barani, saat ini sangat diperlukan UU khusus industri kelapa sawit yang mengatur dari hulu atau on farm hingga ke hilir atau of farmnya. Selain itu, UU tersebut harus bersifat lex specialist.
“Makanya saya sangat setuju keberadaan RUU Perkelapasawitan ini untuk dibahas dan semoga segera diundangkan,” tandas Mangga Barani.
Sebelumnya, Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor mengatakan keberadaan perkebunan kelapa sawit di daerah yang dipimpinnya berkontribusi positif terhadap peningkatan perekonomian dan penyerapan tenaga kerja.
Bahkan kelapa sawit merupakan sektor yang diandalkan untuk menggantikan peran pertambangan batu bara dan migas.
“Pengembangan industri kelapa sawit bisa diandalkan sebagai pengganti migas, batu bara yang merupakan salah satu SDA (sumber daya alam) yang tak terbarukan (unrenewable resaurces),” kata Isran Noor.
Reporter: Havid Vebri
Artikel ini tayang di Kontan dengan judul DPR kesal LSM hambat RUU Perkelapasawitan