Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah kalangan memperingatkan agar Indonesia berhati-hat menyikapi berbagai tawaran kerjasama dengan China, termasuk utang untuk proyek infrastruktur agar tidak terjebak dalam kubangan utang seperti yang saat ini menimpa Malaysia dan sejumlah negara lain di Afrika karena ambisi One Belt One Road yang diinisiasi China.
Namun, Maritim Menko Kemaritiman Luhut B. Pandjaitan mengatakan Indonesia bisa terhindar dari jebakan utang tersebut lantaran kerjasama Indonesia dan China lebih bersifat perjanjian business to business (B to B), bukan perjanjian antar pemerintah Indonesia dan China atau G to G.
“Ada yang memperingati debt trap, itu untuk yang skemanya tidak seperti kita. Kita tidak melakukan perjanjian G to G (antar pemerintah). Skema B to B (antar badan usaha) itu sangat baik untuk mengurangi resiko jebakan ini,” ujar Menko Luhut saat diwawancarai media Cina, Jumat (26/4/2019).
Luhut mengatakan, tidak ada uang pemerintah yang disertakan dalam proyek-proyek tersebut. Prinsipnya harus sama-sama untung, Pemerintah hanya terlibat dalam studi kelayakannya, menyangkut lingkungan hidup, nilai tambah, transfer teknologi, B to B dan pemanfaatan tenaga kerja lokal.
Baca: Ini Alasan Mitsubishi Motors Pamerkan Xpander AP4 Concept di IIMS 2019
Di Indonesia bagian Timur Indonesia masih kekurangan tenaga kerja handal dalam bidang teknologi.
“Seperti yang kami lakukan di Morowali, sekarang kami sudah punya politeknik yang mendidik calon-calon tenaga kerja dalam bidang teknik, setelah 3-4 tahun nanti mereka akan menggantikan tenaga-tenaga kerja asing yang ada di sana. Sehingga anak-anak Indonesia, pekerja-pekerja Indonesia, akan ikut menikmati juga. Inilah yang disebut sama-sama untung,” jelasnya.
Baca: Band Netral Mengguncang Booth Mitsubishi di Gelaran Telkomsel IIMS 2019
Ketika ditanya apakah benar proyek infrastruktur di Indonesia tidak menguntungkan, Menko Luhut mengatakan hasil pembangunan infrastruktur tidak bisa langsung dirasakan.
“Infrastruktur itu sebenarnya memperkaya, karena akan menurunkan cost, tetapi tidak bisa terlihat hasilnya dalam 1-2 tahun, mungkin baru terasa hasilnya dalam 4-5 tahun. Sekarang China telah menikmati pembangunan Infrastukturnya. Kami, Indonesia baru bisa menikmatinya dalam sekitar lima tahun ke depan,” jawabnya.
Dari pidato Presiden China Xi Jinping pada pembukaan KTT Belt and Road Initiative pada Jumat (26/4/2019), Menko Luhut menangkap kesan China akan memainkan peran yang lebih kuat lagi di era ini.
“Ini sebenarnya gerakan baru, peralihan kekuatan sedang terjadi sekarang. PM Mahathir pun message-nya sama, keterbukaan, pendidikan, kerjasama, pendanaan. Banyak negara-negara Eropa yang hadir seperti Italia, Swiss, Jerman pun ikut disini. Negara-negara Latin dan Afrika kan sudah lebih dulu dalam Jalur Sutra ini. Ini menunjukkan gravitasi politik dan ekonomi dunia sedang bergeser dari Barat ke Timur,” kata Luhut.
Pada pidatonya Presiden Xi mengatakan tidak berusaha menjebak siapa pun dengan hutang dan hanya memiliki niat baik. Menurutnya Inisiatif Jalan Sutra akan fokus pada transparansi dan pemerintahan yang bersih. Proyek besar infrastruktur dan perdagangan harus menghasilkan pertumbuhan "berkualitas tinggi" bagi semua orang.
Menko Luhut melihat Jalur Sutra bukanlah ancaman bagi perekonomian global tetapi malah meningkatkan competitiveness di kawasan.
“Kita melihat Uni Eropa memperluas rencana konektivitas blok Eropa-Asia, Rusia membangun Uni Ekonomi Eurasia, dan Amerika Serikat menciptakan kemitraan investasi infrastruktur Indo-Pasifik,” jelasnya.