"Logikanya, kalau batas atas saya tetapkan 85 persen atau 90 persen artinya penerbangan yang full service itu hanya bisa menetapkan tarif sebesar 85 persen. Dan dalam persaingan, biasanya penerbangan yang lain akan menetapkan di bawah itu. Jadi, paling tidak akan ada penurunan," jelasnya.
Tagar
Tak ada hujan, tak ada badai, tiba-tiba jagat media sosial twitter ramai dengan tagar #PecatBudiKarya pada Selasa (7/5/2019).
Dilansir Tribunnews dari Kompas.com, bahkan tegar yang spesifik menunjuk Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi tersebut sempat memuncaki daftar tranding topic Twitter Indonesia.
Sebagian besar netizen menggemakan tegar tersebut karena kecewa harga tiket pesawat masih begitu mahal. Padahal musim mudik Lebaran sudah di depan mata.
"Tolong Anak Rantau Mau Pulang, Gimana Ini. Tiket Semua Mahal Melonjak. Masa gada solusi sama sekali. Kami ingin mudik, kami ingin lebaran dengan keluarga. Kami ingin naik pesawat pulang ke rumah. #PecatBudiKarya biar tiket pesawat ga melonjak!," tulis akun @NirmalaAyu26.
Tak sampai disitu, sebelumnya netizen juga menggalang petisi "Turunkan Harga Tiket Pesawat Indonesia" yang muncul di www.change.org sejak beberapa bulan lalu.
Hingga Rabu (8/5/2019) pukul 05.42 WIB, 1 juta orang menandatangani petisi tersebut.
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo menilai, reaksi terkait masaknya harga tiket pesawatyang muncul di media sosial memiliki artian yang nyata.
Reaksi tersebut merupakan kekecawan masyarakat kepada pemerintah yang dianggap tidak bisa menyelesaikan persoalan.
"Itu bentuk kekecewaan," ujarnya kepada Kompas.com.
Sementara itu ditanya terkait kekecewaan para netizen, Budi Karya tidak mau mengomentarinya. Ia hanya mengatakan akan mengutamakan kerja.
"Iya, aku no comment-lah itu. No comment, yang penting aku kerja," kata Budi Karya di Bandung, Selasa (7/5/2019).
Dampak