TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Proyek-prouek pemerintah membangun sarana infrastruktur di seluruh pelosok tanah air masih akan terus berlanjut hingga akhir tahun ini, untuk menyelesaikan sejumlah proyek yang belum selesai.
Setelah dalam empat tahun terakhir, pemerintah cukup kencang membangun jalan, jalan tol, bandara, pelabuhan dan bendungan, dalam tahun ini, pemerintah masih akan melanjutkan berbagai proyek pembangunan yang sempat tertunda atau belum selesai.
Anggaran untuk belanja infrastruktur dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk sepanjang 2019, mencapai Rp 415 triliun, naik dibanding alokasi belanja tahun lalu yang tercatat sebesar Rp 410,7 triliun.
Alokasi anggaran ini akan dipakai untuk membangun/rekonstruksi/pelebaran 2.007 km jalan, pembangunan 4 bandara baru, pembangunan dan rehabilitasi jembatan sepanjang 27.067m, pembangunan/penyelesaian rel kereta api sepanjang 415,2 km’sp, untuk membangun 48 bendungan dan jaringan irigasi bagi 162.000 ha sawah.
Baca: Delapan Kali Lipat, Meningkat Ekspor Komoditas Pertanian dari Entikong
Baca: KPK Tetapkan Bupati Bengkalis Amril Mukminin Tersangka Korupsi, Azali Johan Minta Tabah
Baca: Bawaslu Putuskan KPU Langgar Tata Cara Input Data, Riza Patria: Terbukti yang Kita Adukan Betul
Baca: UPDATE Hasil Real Count KPU Pileg 2019 Jumat 17 Mei Pukul 09.00 WIB, NasDem Kejar PKB
Baca: Mendagri Pertanyakan Beda Sikap Hasil Pilpres dan Pileg
Masih bergulirnya pembangunan infrastruktur menjadi harapan bagi sejumlah perusahaan konstruksi di tanah air, setelah sebelumnya sector konstruksi sempat mengalami tekanan akibat pelemahan nilai tukar dan pengetatan likuiditas, yang berdampak pada saham beberapa perusahaan konstruksi.
Menurut Analis Bahana Sekuritas Anthony Yunus, beberapa perusahaan konstruksi akan mencatat kinerja positif sepanjang tahun, khususnya bagi perseroan yang memiliki beragam bisnis atau tidak hanya fokus mengerjakan proyek jalan.
‘’Sepanjang tahun ini, proyek jalan dan jalan tol yang akan diselesaikan tidak banyak, untuk Jawa tinggal beberapa ruas, dan melanjutkan pembangunan ruas trans Sumatera,’’ papar Anthony.
Bagi perusahaan yang tidak hanya fokus pada pembangunan jalan, atau memiliki diversifikasi bisnis yang lebih beragam, tentunya masih akan bisa mengantongi margin dari bisnis property dan lainnya, tambahnya.
Bahana menaikkan rekomendasi Beli untuk saham PT Wijaya Karya, dengan target harga Rp 2.450/saham.
Pasalnya, perusahaan pelat merah ini, memiliki bisnis yang lebih beragam dibanding perusahaan konstruksi lainnya. Managemen juga sudah melakukan langkah antisipasi dengan melakukan investasi di berbagai proyek konstruksi sekitar 5-7 tahun lalu, yang bakal menuai keuntungan pada tahun ini.
Perusahaan berkode saham WIKA ini, banyak melakukan investasi di proyek jalan tol dan power plant, yang kepemilikannya siap untuk dijual, plus memiliki bisnis mulai dari property, beton, energy dan gedung, sehingga saat pembangunan jalan mulai sepi, perseroan masih bisa mengantongi margin dari bisnis lainnya.
Tahun ini, WIKA juga diuntungkan karena sudah ada kepastian atas proyek kereta cepat Jakarta-Bandung atau dikenal dengan Jakarta-Bandung High Speed Rail (HRS), yang juga terlibat untuk pembangunan Mass Rapid Transportation (MRT) phase 2 serta Light Rail Transit (LRT) Jakarta.
Bahana memperkirakan sepanjang 2019, WIKA akan mengantongi kenaikan order baru sekitar 10% - 15%, dengan nilai kontrak baru diperkirakan sebesar Rp 52,95 triliun. Sehingga pendapatan WIKA pada akhir 2019, diperkirakan naik sekitar 48%, secara tahunan menjadi Rp 44,22 triliun, dan laba bersih diperkirakan naik sekitar 27% , secara tahunan menjadi Rp 2,16 triliun.
Rekomendasi Hold diberikan untuk saham PT Pembangunan Perumahan, dengan target harga Rp 2.150. Pada tahun ini, managemen berupaya untuk melakukan keseimbangan atas kapasitas perusahaan yang tercermin pada rasio pinjaman terhadap modal sendiri, atau yang lebih dikenal dengan gearing ratio sebesar 40%, sehingga perusahaan masih memiliki kemampuan untuk membiayai proyek baru.
Perseroan juga termasuk konservatif dalam mengambil proyek-proyek yang akan dikerjakan, atau lebih fokus mengerjakan proyek yang pembayarannya lebih pasti dan lebih cepat.
Perusahaan berkode saham PTPP ini memperkirakan mampu mengantongi kenaikan order baru sepanjang 2019, sebesar 16%, atau secara nominal diperkirakan mencapai Rp 41,82 triliun. Dengan perkiraan kenaikan total pendapatan sekitar 11%, menjadi Rp 28,12 triliun dan laba bersih diperkirakan naik sekitar 5%, menjadi Rp 1,58 triliun.