TRIBUNNEWS.COM - Natalia Sari Pujiastuti (44 Tahun), pengusaha perempuan asal Semarang, Jawa Tengah ini menyulap kain dan limbah kain perca untuk memproduksi tas, aksesoris, dan barang-barang fesyen untuk memenuhi gaya hidup sehari-hari.
Berawal dari keinginannya untuk memberdayakan teman-teman perempuan di komunitas dan lingkungan sekitarnya, khususnya ibu-ibu yang memiliki keterbatasan keterampilan, Natalia atau akrab disapa Naneth termotivasi untuk mendirikan usaha bernama “Trasty” dengan memanfaatkan limbah kain perca sebagai bahan baku produksi.
“Ya jadi usaha ini karena saya merasa tergerak untuk dapat mengembangkan (potensi) sesama teman-teman perempuan khususnya ibu-ibu yang memiliki keterbatasan keterampilan tetapi ingin berjualan sesuatu. Saya sendiri tidak terampil untuk menjahit tapi saya punya selera untuk pasar, terus saya mengelola ibu-ibu ini kemudian memfasilitasi mereka dengan mulai mencarikan pasar hingga kemudian saya mendesain produk, hingga kemudian mereka memproduksi, hingga akhirnya sampai dengan sekarang ini,” jelasnya belum lama ini.
'Trasty' yang dibangun Naneth dengan memberdayakan perempuan ini, mengantarkannya sebagai salah satu pemenang dalam ajang penghargaan dan kompetisi Citi Microentrepreneurship Awards 2018-2019 kategori Best Woman Microentrepreneur yang diselenggarakan oleh Citi Indonesia (Citibank).
Berbicara tentang perempuan, Naneth mengungkapkan, semua karyawan 'Trasty' adalah perempuan yang terdiri dari 6-10 karyawan tetap dan sekitar 80 orang binaan yang akan siap menerima setiap pekerjaan sesuai dengan produksi yang Trasty tentukan.
Sehingga tak heran produk-produk yang ditawarkan pun lebih banyak untuk perempuan.
Menurut Naneth, meskipun perempuan akan dijamin kehidupannya oleh suami, namun perempuan harus memiliki keterampilan dan mandiri.
Menjadi pengusaha, menurutnya juga memberikan waktu yang fleksibel untuk membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga.
“Jadi nama brand saya kan Trasty, jadi itu kan dari basic kata trust, artinya ini bukan karena saya ingin memiliki suatu usaha tapi terdorong karena ingin menggerakkan sesama perempuan untuk bisa mampu berkreasi dengan kemampuan mereka begitu, sehingga menghasilkan suatu produk bisa membantu meningkatkan kesejahteraan hidup kita bersama tanpa meninggalkan pola asuh anak (keluarga),” ungkapnya.
Naneth juga sempat menceritakan motivasi dan pengalamannya mengikuti ajang kompetisi Citi Microentrepreneurship Awards 2018-2019 yang berakhir menjadi pemenang.
Menariknya, ketika akan mengikuti lomba, Naneth mengaku tidak mengerti sama sekali mengenai Citi Microentrepreneurship Awards.
Motivasinya mengikuti kompetisi karena memang ia cukup sering mengikuti kompetisi yang berhubungan dengan usahanya untuk belajar dan mengembangkan potensi dirinya.
“Saya itu orangnya selalu merasa ya harus selalu belajar, nah salah satu (usaha) saya untuk belajar ya ikut kompetisi. Saya tidak berorientasi pada menang atau kalah, tapi saya lebih berorientasi tentang pertama sampai sejauh mana langkah saya ini bener atau enggak, terus yang kedua dengan saya ikut kompetisi saya bisa ngukur tetangga kiri kanan, kira-kira saya ini gimana sih positioning-nya,” ujarnya.
Namun siapa sangka, Naneth yang rela meninggalkan jabatannya sebagai Kaprodi di salah satu kampus swasta di Semarang demi membangun usahanya ini, justru sangat bangga dan mengapresiasi Citi Microentrepreneurship Awards 2018-2019 yang memberikan ia penghargaan serta ilmu-ilmu yang berharga untuk pengembangan usahanya.
“Nah, itu sesuai yang saya pernah tahu organisasi penyelenggara dari Citi Microentrepreneurship Awards sangat profesional gitu, baik itu dari segi hadiahnya yang luar biasa terus ilmunya yang dikasih, dan prosesnya itu memang beneran gitu lho. Saya pikir Citi Microentrepreneurship Awards cuma rada formalitas, saya pikir udah apalah, ternyata beneran gitu (prosesnya) mereka. Jadi luar biasalah, ternyata Citibank melalui Citi Microentrepreneurship Awards komitmennya sangat luar biasa gitu,” katanya.