TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konsumsi karet alam domestik untuk memproduksi barang-barang karet dari total produksi nasional terbilang masih cukup rendah.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Achmad Sigit Dwiwahjono mengungkapkan, kemampuan produksi karet alam Indonesia melebihi 3,7 juta ton per tahun. Namun, konsumsi karet alam daalm negeri baru berkisar 620 ribu ton per tahun.
"Produksi karet kita di dunia ini nomor 2 setelah Thailand. Sehingga kita punya akses bahan baku mudah dan daya saing kita cukup kuat. Produksi karet kita 3,7 juta ton tapi serapannya baru 600-700 ribu ton," kata Sigit saat pembukaan pameran industri plastik dan karet di Kemenperin, Jakarta, Selasa (9/7/2019).
Menurut Sigit, industri karet tanah air masih berpotensi untuk ditingkatkan antara lain dengan intensifikasi maupun ekstensifikasi eskpor barang karet, menciptakan cabang-cabang industri baru seperti industri ban pesawat dan vulkanisir pesawat terbang yang berpotensi menyerap karet alam dan menghasilkan devisa nasional serta menerapkan transformasi industri 4.0.
Baca: Rekomendasi 5 Tempat Wisata Unik dan Instagramable di Bali
Untuk mendorong transformasi tersebut, Kementerian Perindustrian menyiapkan berbagai kebijakan di antaranya berbagai macam insentif yang dapat memberikan stimulus agar industri bisa segera menerapkan transformasi industri 4.0.
Selain itu, Pemerintah tengah memfinalisasi aturan mengenai super deductible tax atau pengurangan pajak di atas 100 persen.
Insentif fiskal ini akan diberikan kepada industri yang terlibat dalam program pendidikan vokasi serta melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang/R&D) untuk menghasilkan inovasi.
"Terkait vocational school dan R&D, Kemenperin inisiasi super deductable tax supaya bisa diimplementasikan dalam waktu dekat. Saya dengar PP-nya sudah ditandatangan pak presiden," ujar Sigit.
"Jadi setiap industri yang investasikan modal untuk keperluan vokasi pendidikan diberikan tax deductable sebesar 200 persen. Jadi kalau diberi training Rp 1 miliar, berhak Rp 2 miliar di-deduct pajaknya. Kalau R&D 300 persen.
Sigit mengatakan, insentif tersebut diharapkan bisa dorong efisiensi produktivitas dan diversifikasi produk-produk baru, sehingga tingkatkan sektor industri untuk perekonimian nasional.
Langkah lain guna mendorong konsumsi karet alam dalam negeri yaitu dengan penggunaan karet untuk pembangunan aspal. Kemenperin bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk aspal karet tersebut.
"Ada juga teknologi aspal karet, kerja sama dengan kemenpu dalam rangka karet digunakan untuk buat aspal karet dan diaplikasikan di jalan-jalan tol di Indonesia," jelas Sigit.
"Kalau bisa dilakukan at least 7 persen kebutuhan aspal bisa disubstitusi dengan karet. Artinya kalau 1,6 ton aspal 7 persennya pakai karet sekitar 120 ribu ton karet alam bisa diserap," tuturnya.