News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Fitur MCAS Rusak, Pilot Lion Air Tak Banyak Mendapat Informasi di Buku Manual dan Pelatihan

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petugas dari Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memeriksa roda pesawat Lion Air PK-LQP di dermaga JICT2, Tanjung Priok, Jakarta, Sabtu (3/11/2018). Roda pesawat Lion Air PK-LQP ditemukan oleh tim evakuasi gabungan di perairan Karawang, Jawa Barat. TRIBUNNEWS/HERUDIN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengungkap sembilan penyebab kecelakaan pesawat Lion Air PK-LQP yang jatuh di Perairan Tanjung Karawang 29 Oktober lalu.

Kepala Sub Komite Investigasi Keselamatan Penerbangan KNKT Nurcahyo Utama menyebut, salah satu penyebabnya adalah terdapat kerusakan pada bagian Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) pesawat.

Sebagai informasi, MCAS adalah fitur yang baru ada di pesawat Boeing 737-8 (MAX) untuk memperbaiki karakteristik angguk, yaitu pergerakan pada bidang vertikal pesawat pada kondisi flap up, manual flight tanpa auto pilot, dan AOA tinggi.

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyampaikan keterangan perihal adanya pilot lain di cockpit pada penerbangan Lion JT610 Denpasar ke Jakarta. (Tribunnews.com/Reynas)

Namun, pilot tidak mendapat informasi lengkap soal fitur tersebut dalam pelatihan maupun dalam buku panduan.

Baca: Prabowo Subianto Bertemu Kivlan Zen Menjelang Pengumuman Kabinet

"Proses investigasi menemukan bahwa desain dan sertifikasi fitur ini tidak memadai, juga pelatihan dan buku panduan untuk pilot tidak memuat informasi terkait MCAS," kata Nurcahyo Utama di Jakarta, Jumat (25/10/2019).

Pria yang menjadi investigator dalam kasus Lion Air ini juga mengungkap, reaksi pilot terhadap kerusakan yang terjadi saat itu juga berdampak karena tidak mendapat informasi lengkap soal fitur MCAS.

Baca: Segera Diluncurkan, Begini Wujud STNK Elektronik yang Baru

"Saat desain dan sertifikasi (MCAS) dibuat berbagai asumsi sesuai ketentuan yang berlaku."

"Asumsi itu menentukan pilot akan bereaksi memberikan trim yang cukup. Tapi ternyata itu (trim yang cukup) tidak terjadi," jelas Nurcahyo.

Konferensi pers terkait investigasi kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 yang dilakukan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) di Kantor KNKT, Jakarta Pusat, Jumat (25/10/2019). (Tribunnews.com/Fitri Wulandari)

Baca: Iuran BPJS Naik, Menkes Terawan Janjikan Kenaikan Kualitas Layanan

Nurcahyo mengungkap, Boeing juga hanya mengandalkan fitur MCAS pada pesawat.

Akibatnya bila fitur tersebut rusak, maka tidak ada fitur lain yang memberikan informasi kepada pilot.

"Pihak Boeing menganggap bahwa satu sensor sudah sesuai, dan ada kriteria sertifikasi. Dengan sistem seperti ini, rentan terhadap kemungkinan gangguan karena sensor ini (MCAS) bisa saja rusak, bisa saja ada kendala yang lain," ungkapnya.

Dalam penerbangan sebelum kecelakaan (Denpasar-Jakarta), pilot juga telah melaporkan kerusakan pesawat pada teknisi pesawat setelah tiba di Jakarta.

Saat sang pilot melaporkan, pilot tersebut tidak melaporkan semua masalah yang muncul karena tidak mengetahui informasi soal MCAS pada pesawat.

Masalah yang tidak dilaporkan seperti aktifnya shaker yang menghentikan MCAS saat pesawat mengalami masalah pada AoA indicator.

Berdasarkan laporan KNKT, AOA sensor kiri yang dipasang mengalami deviasi sebesar 21 dan 0 yang tidak terdeteksi pada saat diuji setelah dipasang.

Deviasi tersebut mengakibatkan perbedaan penunjukan ketinggian dan kecepatan antara instrument kiri dan kanan di cockpit, juga mengaktifkan stick shaker dan Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) pada penerbangan dari Denpasar ke Jakarta.

Namun disinyalir, pilot berhasil menghentikan aktifnya MCAS dengan memindahkan stab trim switch ke posisi cut out.

"Namun itu tidak dilaporkan karena tidak tahu. Jadi baik teknisi maupun pilotnya mengalami kesulitan untuk melihat masalah. Pilot tidak mengetahui saat MCAS menyala, itu sistem apa," ujarnya.

Harus Jalankan Rekomendasi KNKT

Sementara itu, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi meminta Boeing bertanggung jawab kepada penumpang dan maskapai atas terjadinya kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 pada Oktober 2018 lalu.

Hal tersebut disampaikan Budi setelah Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) melaporkan penyebab kecelakaan pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan PK-LQP tersebut.

“Yang tidak kalah penting, bagaimana Boeing memberikan suatu tanggung jawab baik kepada penumpang maupun airlines,” ujarnya di Jakarta, Kamis (31/10/2019).

Berdasarkan laporan investigasi kecelakaan, KNKT memberikan rekomendasi kepada 7 pihak terkait, di antaranya Lion Air, Boeing, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, FAA, Batam Aero Technic (BAT), Airnav Indonesia, dan Xtra Aerospace.

Pesawat Lion Air B737 MAX 8 PK-LQP di pabrik Boeing di Seattle, (13/8/2018). (BOEING/Paul C Gordon)

KNKT memberikan 6 rekomendasi keselamatan kepada Boeing.

Boeing diharapkan bisa memperbaiki asumsi yang digunakan terkait assessment dalam membuat desain pesawat baru.

Sementara itu, Menhub sendiri mengaku pihaknya akan menjalankan rekomendasi dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) terkait insiden terjatuhnya.

“Jelas dari rekomendasi KNKT secara autokritik saya sampikan Kemenhub dan airlines harus melakukan improvement,” ujar Budi di Jakarta, Kamis (31/10/2019).

Petugas dari Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memeriksa roda pesawat Lion Air PK-LQP di dermaga JICT2, Tanjung Priok, Jakarta, Sabtu (3/11/2018). Roda pesawat Lion Air PK-LQP ditemukan oleh tim evakuasi gabungan di perairan Karawang, Jawa Barat. TRIBUNNEWS/HERUDIN (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Budi menambahkan, maskapai juga perlu menjalankan rekomendasi yang diberikan KNKT. Terutama, soal peningkatan standar operasional prosedur (SOP).

“Yang paling jelas SOP. SOP yang harus dilakukan. SOP itu harus dilakukan secara detail terhadap semua rekomendasi yang diberikan dari produsen."

"Cari atau rekomendasikan satu cara melakukan kegiatan-kegitan itu lebih konservatif,” kata Budi.

Sebelumnya, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah melaporkan penyebab kecelakaan pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan PK-LQP dari Jakarta ke Pangkal Pinang yang jatuh di Perairan Karawang 29 Oktober 2018.

Untuk Lion Air, KNKT merekomendasikan manajemen untuk mengelola masalah yang berulang.

Sementara Boeing diharapkan bisa memperbaiki asumsi yang digunakan terkait assessment dalam membuat desain pesawat baru.

Seperti fitur Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) yang baru terdapat pada pesawat Boeing 737-8 MAX misalnya, diperlukan asumsi yang tepat saat pilot mengalami masalah pada fitur tersebut.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Kecelakaan 737 MAX, KNKT: Pilot Tidak Dapat Banyak Informasi soal Fitur MCAS

Penulis : Fika Nurul Ulya

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini