Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ria Anatasia
TRIBUNNEWS.COM - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menolak wacana kenaikan tarif ojek online (ojol). Ketua YLKI Tulus Abadi menilai kenaikan tarif itu tidak adil untuk kepentingan konsumen.
"YLKI menolak wacana Kementerian Perhubungan untuk menaikkan tarif ojol karena sangat tidak fair bagi kepentingan konsumen," kata Tulus dalam keterangannya, Selasa (21/1/2020).
Tulus memahami kebijakan regulator untuk secara rutin mengavulasi besaran tarif ojol sesuai Keputusan Menteri Perhubungan nomor 348 tahun 2019. Namun, ketentuan evaluasi yang setiap dilakukan setiap tiga bulan terlalu cepat.
"YLKI meminta Kemenhub untuk merevisi ketentuan pentarifan ojol yang bisa dievaluasi per tiga bulan menjadi per enam bulan sekali. Jeda waktu tiga bulan adalah sangat pendek," kata dia.
Menurutnya, besaran kenaikan pada September 2019 sudah signifikan dari tarif batas atas, yakni Rp 2.500 per kilometer (km) untuk batas atas, dan Rp 2.000 per km untuk batas bawah, dan tarif minimal Rp 8.000-10.000 untuk jarak minimal.
Baca: Kontrol Konten Pornografi, Netflix Klaim Miliki Panduan Rating
"Formulasi tarif tersebut sudah mencerminkan tarif yang sebenarnya, sesuai dengan biaya pokok, plus margin profit yang wajar," kata Tulus.
Dia meminta agar Kemenhub lebih memerhentikan aspek keamanan penumpang ojol. Sementara itu, pihak aplikator diminta tidak terlalu banyak memberi harga promo, sehingga para pengemudi ojol tidak diberatkan oleh tarif yang lebih murah.
"Promo tidak dilarang, tetapi tidak boleh melewati ketentuan tarif batas bawah. Hal ini yang seharusnya diintervensi Kemenhub, bukan melulu kenaikan tarif," kata Tulus.
"YLKI meminta sebaiknya Kemenhub tidak terlalu fokus dengan masalah ojol tetapi meminggirkan fungsi utamanya agar mendorong masyarakat menggunakan angkutan umum masal, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta," sambungnya.