Pasalnya, menurut Endang, pemberian bonus ini juga membingungkan apabila terpisah dari kebijakan kompensasi pesangon bagi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
"Itu kalau bicaranya di persoalan pemberian hak kompensasi pesangon, kalau itu mau disambungkan, penghargaan diberikan, dia tidak dalam posisi PHK, ya mau dlihat dari mana (pemberian bonusnya)?" kata Endang.
Baca: Kompensasi Perubahan Penghitungan Pesangon, Pemerintah Siapakan Pemanis Bagi Buruh
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, Airlangga mengatakan, dengan diterapkan bonus tersebut, pemerintah tidak akan menghilangkan aturan pesangon bagi korban PHK.
Menurut dia, aturan yang saat ini berlaku mengenai kewajiban pembayaran pesangon oleh perusahaan dalam UU Ketenagakerjaan masih berlaku.
"5 kali itu sweetener. Dengan ditandatanganinya perjanjian Undang-undang (UU), nanti tenaga kerja dapat sweetener. Kalau pesangon tetap dengan regulasi yang berlaku. Jadi ini beda, on top,” terang Airlangga.
Mimpi yang Terlalu Jauh
Lebih lanjut, Endang pun mempertanyakan dari mana asalnya bonus tersebut apabila pengusaha tidak menyanggupinya.
"Lalau pemerintah hanya memberikan perintah dan pengusaha dalam kondisi nggak bisa menutupi atau memberikan terus yang memberi siapa?" ujar Endang.
"Kalau perusahaan tidak menyanggupi, aturan tetap nggak jalan. Apa pemerintah yang akan menutup dananya? Tidak," sambungnya.
Rencana pemberian bonus itu pun masih dipandang semu oleh Endang.
Pasalnya, menurut Endang, masih banyak perusahaan yang tidak membayar pegawainya sesuai dengan aturan yang ada.
Baca: Serikat Buruh Nilai Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Perlu Dikaji Ulang
"Minimal yang sudah satu tahun bekerja itu minimal UMK harus dibayarkan, tapi itu pun masih banyak pengusaha yang nggak mau bayar kok," tutur Endang.
"Apalagi kalau ada wacana yang di atas angan-angan, mimpinya terlalu jauh akan diberikan bonus lima kali gaji," sambungnya.
Dalam hal ini, Endang mengatakan, pihaknya juga berkaca pada penentuan kenaikan UMK yang dilakukan setiap tahunnya.