TRIBUNNEWS.COM - Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja, pemerintah mewajibkan pengusaha untuk memberikan bonus hingga sebesar lima kali upah pada pekerja.
Bonus sebesar lima kali gaji tersebut rencananya akan diberikan pada pekerja yang telah mengabdikan diri di perusahaan selama minimal 12 tahun.
Sementara itu, pekerja yang telah bekerja setidaknya 1 tahun juga akan menerima bonus senilai satu kali gaji.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, aturan tersebut hanya berlaku untuk perusahaan-perusahaan dengan ukuran bisnis besar.
“Sweetener itu berlaku untuk semua pekerja yang resmi, dan itu perusahaan bukan perusahaan kecil. Perusahaan besar,” kata Airlangga, seperti yang diberitakan Kompas.com, Rabu (12/2/2020) lalu.
Baca: Ada Bonus 5 Kali Gaji untuk Karyawan, Pakar Ekonomi: Bisa Jadi Tantangan Luar Biasa Bagi Pekerja
Mengetahui hal itu, Ketua DPC Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 1992 Kota Surakarta Endang Setiowati S.H mengatakan pihaknya akan menyambut baik setiap kebijakan pemerintah yang menguntungkan buruh.
Akan tetapi, Endang menyebut RUU ini membingungkan bagi buruh.
Bahkan, menurut Endang, rencana pemberian bonus sebesar lima kali gaji bagi pekerja terbilang imposible.
Oleh karena itu, ia mengatakan, isi aturan dalam omnibus law tersebut perlu untuk dikaji lebih dalam.
"Kalau kita melihat kulitnya saja, seakan-akan seperti memberikan angin segar atau sesuatu yang seakan-akan ini mimpi, mimpi bagi buruh," kata Endang saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (13/2/2020) malam.
"Tapi kenyataannya, bisa dikategorikan imposible, nggak mungkin juga," sambungnya.
Endang pun mengkritisi apa yang dijadikan sebagai kriteria pemberian bonus ini.
"Kalau mau memberikan bonus, bonusnya itu kriterianya dari mana? Ini kan membingungkan buruh juga," tutur Endang.
"Istilahnya, bonus satu tahun itu 1 kali upah sampai 12 kali upah, itu juga blunder," tambahnya.
Pasalnya, menurut Endang, pemberian bonus ini juga membingungkan apabila terpisah dari kebijakan kompensasi pesangon bagi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
"Itu kalau bicaranya di persoalan pemberian hak kompensasi pesangon, kalau itu mau disambungkan, penghargaan diberikan, dia tidak dalam posisi PHK, ya mau dlihat dari mana (pemberian bonusnya)?" kata Endang.
Baca: Kompensasi Perubahan Penghitungan Pesangon, Pemerintah Siapakan Pemanis Bagi Buruh
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, Airlangga mengatakan, dengan diterapkan bonus tersebut, pemerintah tidak akan menghilangkan aturan pesangon bagi korban PHK.
Menurut dia, aturan yang saat ini berlaku mengenai kewajiban pembayaran pesangon oleh perusahaan dalam UU Ketenagakerjaan masih berlaku.
"5 kali itu sweetener. Dengan ditandatanganinya perjanjian Undang-undang (UU), nanti tenaga kerja dapat sweetener. Kalau pesangon tetap dengan regulasi yang berlaku. Jadi ini beda, on top,” terang Airlangga.
Mimpi yang Terlalu Jauh
Lebih lanjut, Endang pun mempertanyakan dari mana asalnya bonus tersebut apabila pengusaha tidak menyanggupinya.
"Lalau pemerintah hanya memberikan perintah dan pengusaha dalam kondisi nggak bisa menutupi atau memberikan terus yang memberi siapa?" ujar Endang.
"Kalau perusahaan tidak menyanggupi, aturan tetap nggak jalan. Apa pemerintah yang akan menutup dananya? Tidak," sambungnya.
Rencana pemberian bonus itu pun masih dipandang semu oleh Endang.
Pasalnya, menurut Endang, masih banyak perusahaan yang tidak membayar pegawainya sesuai dengan aturan yang ada.
Baca: Serikat Buruh Nilai Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Perlu Dikaji Ulang
"Minimal yang sudah satu tahun bekerja itu minimal UMK harus dibayarkan, tapi itu pun masih banyak pengusaha yang nggak mau bayar kok," tutur Endang.
"Apalagi kalau ada wacana yang di atas angan-angan, mimpinya terlalu jauh akan diberikan bonus lima kali gaji," sambungnya.
Dalam hal ini, Endang mengatakan, pihaknya juga berkaca pada penentuan kenaikan UMK yang dilakukan setiap tahunnya.
"Kita juga berevaluasi dari setiap tahun kita membuat upah itu, kenaikan UMK, kan yang dibenturkan tetap dengan pengusaha," tuturnya.
"Ini mimpi bagi buruh kalau sampai terjadi," sambungnya sembari tertawa.
Penjelasan Menteri Ketenagakerjaan
Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah menerangkan bonus ini hanya diberikan kepada pegawai yang sudah bekerja setidaknya satu tahun.
Bonus yang diberikan mulai dari satu kali gaji hingga lima kali gaji, tergantung lamanya bekerja.
Ia juga menyampaikan, bonus ini diberikan sebagai bentuk penghargaan kepada para pekerja.
Lebih lanjut, Ida menyebutkan, pegawai kontrak yang waktu kerjanya masih di bawah satu tahun akan mendapatkan bonus sebesar satu kali gaji.
"Perlindungan juga akan diberikan kepada pekerja kontrak.
"Ada kompensasi bagi pekerja kontrak, maka diberikan kewajiban ada kompensasi satu bulan gaji," tuturnya, seperti yang diberitakan Kompas.com.
Sementara itu, untuk diketahui, di dalam UU 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pemerintah mengatur pengusaha untuk memberikan uang pesangon atau uang yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai sehubungan dengan berakhirnya masa kerja.
Jumlah pesangon yang diberikan yaitu hingga senilai 32 kali gaji.
Baca: Pemerintah Pastikan Perubahan Penghitungan Pesangon dalam RUU Cipta Lapangan Kerja
Dengan diberikannya bonus tersebut, Ida mengatakan, aturan pesangon yang berlaku tak lagi sama.
"Pesangonnya tidak seperti UUD 13, tapi ada formula yang kita atur dengan jaminan kehilangan pekerjaan.
"Ada uang saku, ada vokasi, kemudian ada akses penempatan, kemudian nanti ada sweetener (bonus) memang formulanya berbeda dibanding UUD," ucap Ida.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta) (Kompas.com/Mutia Fauzia)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pekerja Dapat Bonus 5 Kali Gaji di Omnibus Law Cipta Kerja, Pesangon?"