Laporan Reporter Kontan, Yusuf Imam Santoso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana pemerintah menerapkan cukai untuk kedaraan bemotor dianggap anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) salah alamat.
Alasannya, instrumen fiskal yang bertujuan mengurangi emisi karbon tersebut lebih pas kalau bahan bakar minyak (BBM) yang dipilih sebagai barang kena cukai.
Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengatakan usul pemerintah tentang pemberlakuan cukai emisi karbon pada kendaraan bermotor tidak cocok.
Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan itu menegaskan, kendaraan bermotor bukanlah satu-satunya sumber emisi karbon.
Menurut Misbakhun, ada sektor industri ataupun manufaktur yang juga menghasilkan emisi. Sebab, sumber utama emisi karbon adalah BBM. Setali tiga uang, seharusnya bahan bakar juga dikenai cukai.
“Kenapa kemudian tidak sumber emisinya yang dikenakan fuel surcharge? Hampir di seluruh dunia fuel surcharge itu bagus,” kata Misbakhun kepada Kontan.co.id, Kamis (20/2/2020).
Baca: Sopir Ungkap Kebaikan Almarhum Ashraf Sinclair, Suka Memberi Makan Kucing di Mana Saja
Dia meyakini fuel surcharge untuk emisi karbon bisa mengalahkan penerimaan dari cukai etil alkohol ataupun minuman keras.
“Negara kan perlu melakukan upaya lebih kreatif,” kata Misbakhun.
Baca: Bikin Miris, Siswi SMA Buang Bayi Hasil Hubungan Intim dengan Adik Kandung Kelas 6 SD
Yang penting, kata Misbakhun, pemerintah bisa memberikan penjelasan dan alasan rasional yang mendasari penerapan kebijakan itu.
“Keputusan politik itu sering tidak logis, tetapi harus rasional. Dengan rasionalisasi itu kita bisa menjelaskan kepada publik yang tidak logis bisa masuk akal,” kata dia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengusulkan cukai emisi karbon ditarik dari kendaraan bermotor.
Namun, dalam pemaparan, Menkeu menyatakan pengenaan cukai kendaraan bermotor tidak akan dikenakan untuk beberapa jenis kendaraan.
Yakni pertama, kendaraan yang tidak menggunakan bahan bakar minyak (BBM) alias kendaraan yang menggunakan daya listrik.