Sebelumnya, sekitar 600 buruh es krim AICE, PT Alpen Food Industry, melakukan pemogokan setelah gagalnya perundingan yang telah berlangsung sejak tahun lalu.
Selain persoalan upah, terdapat sejumlah persoalan lainnya yang meresahkan buruh seperti sulitnya mendapat cuti haid, izin sakit sakit sulit diurus, target yang tinggi, ibu hamil yang masih bekerja pada malam hari, masalah keguguran, penggunaan buruh kontrak, mutasi sepihak, dan sanksi yang tidak proporsional untuk buruh yang menjadi anggota serikat.
Penjelasan AICE Terkait Aksi Mogok Kerja
Dilansir dari Kontan.co.id, Manajemen Aice Indonesia, PT Alpen Food Industry (AFI) telah buka suara soal aksi mogok kerja sekitar 600 buruh es krim Aice yang dilakukan sejak 21 Februari 2020.
Legal Corporate Alpen Food Industry, Simon Audry Halomoan Siagian menyatakan AFI mengharapkan pihak dari Serikat Gerakan Buruh Bumi Indonesia Alpen Food Industry (SGBBI AFI) dapat mengikuti anjuran yang diberikan oleh mediator.
"Perusahaan memiliki kebijakan dalam pemberian upah AFI telah mengikuti regulasi yang ada."
"Adapun setiap kebijakan yang ditempuh dalam menentukan kenaikan anggaran gaji mengacu dan sudah mengikuti kepada ketentuan pengupahan," jelasnya, Kamis (27/2).
Simon menjelaskan soal mutasi, pemberian surat peringatan dan skorsing didasarkan atas kententuan yang berlaku.
Melansir arsip kronologi yang diterima Kontan.co.id dari Alpen Food Industry pada Kamis (27/2/2020) tertulis bahwa SGBBI AFI menyampaikan permintaan perundingan bipartit (pengajuan perundingan).
Surat tersebut meminta perusahaan untuk membahas sejumlah persoalan.
Yakni, struktur dan skala upah serta kenaikan upah tahun 2019 di PT AFI.
Lalu, kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dan soal perkara-perkara dalam hubungan kerja.
Adapun selama pelaksanaan pengajuan perundingan yang tertuang dalam setiap risalah akhir, tidak pernah dibahas agenda mengenai K3 dan perkara-perkara dalam hubungan kerja.
Agenda yang dibahas adalah struktur dan skala upah serta kenaikan upah tahun 2019 di PT AFI.