Arab Saudi, Rusia, dan produsen besar lainnya terus berjuang untuk kembali meraih pangsa pasar seperti periode 2014 dan 2016 untuk mencoba menjegal minyak Amerika Serikat.
Kini, produsen AS yang telah tumbuh menjadi produsen minyak terbesar di dunia karena aliran dari ladang minyak serpih menggandakan produksinya dalam lebih dari satu dekade terakhir.
"Ini jelas merupakan awal dari perang harga, dan Saudi cepat bereaksi selama akhir pekan, mengurangi harga jual resmi April untuk minyak mentah secara signifikan," kata ING Economics dalam sebuah catatan.
Arab Saudi selama akhir pekan juga memangkas harga jual resminya untuk bulan April untuk semua nilai minyak mentah ke semua tujuan antara US$ 6 dan US$ 8 per barel.
Permintaan dampak virus
Sementara itu, upaya China untuk mengurangi wabah virus corona telah mengganggu ekonomi terbesar kedua di dunia dan membatasi pengiriman ke negara importir minyak terbesar.
Dan penyebaran virus ke negara dengan ekonomi utama lainnya seperti Italia dan Korea Selatan dan meningkatnya jumlah kasus di Amerika Serikat telah meningkatkan kekhawatiran bahwa permintaan minyak akan merosot tahun ini.
Bank-bank besar seperti Morgan Stanley dan Goldman Sachs telah memangkas perkiraan pertumbuhan permintaan minyak.
Morgan Stanley, misalnya, memprediksi China akan memiliki pertumbuhan permintaan nol pada tahun 2020.
Sedangkan Goldman melihat kontraksi 150.000 bph dalam permintaan global.
Goldman Sachs memangkas perkiraan harga minyak jenis Brent menjadi US$ 30 untuk kuartal kedua dan ketiga tahun 2020.
Laporan: Barratut Taqiyyah Rafie
Artikel ini tayang di Kontan dengan judul Kondisi ini terjadi setelah Arab Saudi memangkas harga dan menetapkan rencana meningkatkan secara dramatis produksi minyak mentah di bulan April.