TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran menegaskan pemerintah sudah semestinya membantu pengusaha untuk persoalan sektor pariwisata yang anjlok.
Hal itu menyusul pelaku usaha industri perhotelan terpaksa merumahkan sebagian karyawannya.
“Pelaku usaha butuh relaksasi pajak, apalagi cost listrik ini paling berat dalam operasional. Jangan sampai PHK ini terjadi semakin luas,” ucap Maulana, Rabu (11/3/2020).
Menurutnya, paket stimulus fase pertama yakni berupa pengurangan pajak tidak berpihak kepada pelaku industri perhotelan dan restoran.
Nyatanya, di luar Pulau Jawa, okupansi hotel turun drastis 40 persen meski anggaran stimulus sudah digelontorkan.
Baca: Beli Apartemen Private Lift, Nikita Mirzani Bayar Cicilan Hingga Rp 76 Juta, Demi Investasi Anak
Bahkan di Jakarta, tidak hanya soal okupansi hotel tetapi juga penggunaan ruang serba guna atau ballroom yang batal digunakan.
“Persoalannya adalah banyak terjadi cancellation, acara-acara besar yang diagendakan dibatalkan. Pemerintah pusat perlu mendukung relaksasi pajak yang diterima daerah,” tambahnya.
Maulana menambahkan pembebasan pajak atas hotel dan restoran di 10 tujuan wisata utama selama enam bulan dimulai dari 1 Maret 2020 dinilai tebang pilih.
Karena tidak hanya 10 destinasi yang berdampak lesunya sektor pariwisata, daerah di luar super prioritas pun demikian.
Pemerintah segera menetapkan kebijakan stimulus atau insentif ke-2 yang diberikan ke sektor pariwisata.
Pemberian insentif ini sebagai respon atas dampak penyebaran virus corona atau covid-19.