TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pada krisis 1998, Usaha Mikro Kecil Menengah atau (UMKM) hadir menjadi penyelamat ekonomi bangsa.
UMKM mampu bertahan ketika banyak perusahaan tumbang.
Namun hal ini berbeda dengan dengan kondisi saat yang tengah dilanda Covid-19.
Saat ini, UMKM benar-benar terdampak sehingga keberpihakan pemerintah pada UMKM sangat diperlukan.
Baca: Diskusi dengan Para Kepala Daerah Milenial, HIPMI Usul Ruang Lebih Luas untuk Anak Muda
Baca: Fraksi PDI-P: RUU Cipta Kerja Klaster UMKM, Wujud Negara Hadir untuk Ekonomi Rakyat
Demikian disampaikan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Mardani H Maming, saat menjadi pembicara dalam rilis survei Indikator Politik.
Rilis survei yang digelar Minggu (7/6/2020) sore dengan menggunakan aplikasi zoom ini bertemakan "Persepsi Publik terhadap Penanganan Covid-19, Kinerja Ekonomi dan Implikasi Politiknya."
"Pemerintah harus memberikan bantuan tunai kepada pekerja dari perusahaan UMKM. Pelaku UMKM ini bukan karena kinerjanya buruk tapi terpaksa di tengah Covid-19 ini harus merumahkan dan atau memberhentikan karyawannya," ungkap Mardani.
Para pekerja dan pelaku UMKM ini, sambung Mardani, juga harus menjadi perhatian utama dari program pelatihan pra-kerja.
Apalagi mereka selama ini bekerja dengan baik namun harus berhenti karena musibah Covid-19.
"Pemerintah harus fokus membantu UMKM yang selama ini juga berjalan baik namun harus berhenti karena pandemik," ungkap Mardani, dengan gigih membela UMKM.
Mardani menilai bahwa selama ini kebijakan yang dikeluarkan pemerintah sudah sangat baik.
Namun yang menjadi persoalan adalah dalam hal pelaksaan di daerah dan di lapangan.
Misalnya, sambung Mardani, keinginan Presiden Joko Widodo untuk memberikan relaksasi pinjaman bank di bawah Rp 10 miliar.
Namun di lapangan, dari 34 provinsi, baru 20 persen pengusaha HIPMI yang mendapat relaksasi dari bank yang sesuai dengan surat OJK.