TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam kondisi pandemi covid-19, pemerintah daerah menerapkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta nomor 142 tahun 2019 tentang pelarangan kantong plastik yang berlaku di DKI Jakarta mulai 1 Juli 2020 ini.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), Justin Wiganda mengatakan melarang penggunaan plastik bukanlah solusi yang tepat untuk mengatasi persoalan sampah plastik.
"Larangan ini justru akan menimbulkan banyak masalah yang akan berimbas menurunnya pembelian dan belanja masyarakat. Berlanjut ke kondisi ekonomi masyarakat kecil, UMKM, peritel dan pusat belanja yang membuat perkonomian semakin sulit," ungkap Justin di Jakarta, Selasa.
Baca: Dinas LH DKI Tegaskan Larangan Kantong Plastik Sekali Pakai Tidak Menyasar Konsumen
Baca: Pengelola Pasar Kebayoran Lama dan Satpol PP Gelar Razia dan Sosialisasi Penggunaan Kantong Plastik
Menurutnya pelarangan plastik merugikan para pelaku UMKM di bidang makanan.
UMKM yang bergerak di bidang makanan ada ratusan ribu, plastik yang mereka gunakan justru ramah lingkungan, karena plastik kemasan dari UMKM makanan itu bisa didaur ulang menjadi tali rafia atau pun sedotan.
Pada dasarnya, semua sampah plastik bisa di daur ulang meski tidak semuanya memiliki nilai ekonomis
Lebih lanjut Justin mengatakan keberadaan plastik sangat tidak mungkin untuk dihindari.
Pasalnya, plastik sangat mendukung hampir semua kebutuhan pokok masyarakat, sejumlah bahan pokok seperti minyak dan beras hanya bisa dikemas dengan bahan plastik.
"Untuk menjaga kualitas rasa, harus dikemas dengan plastik. Bahan plastik adalah alat kemas satu-satunya yang bisa menjaga kualitas makanan dalam waktu lama," ungkap Justin.
Menurut Justin, penyebab utama permasalahan sampah plastik di Indonesia yaitu manajemen pengelolaan sampah yang masih buruk.
Pemerintah belum sepenuhnya menerapkan penyortiran sampah. Banyak sampah plastik yang tidak bisa di daur ulang atau daya ekonomisnya rendah karena sudah terkontaminasi dengan sampah lainnya sehingga menjadi tidak higienis, pemilahan sampah baru terlaksana karena ada aktivitas para pemulung. Kita butuh dukungan pemerintah bagaimana daur ulang bisa berjalan dengan baik.
Untuk itu pihaknya melayangkan surat terbuka untuk Presiden Republik Indonesia di wakili Lintas Asosiasi Industri Plastik dan Ormas mengajukan sejumlah hal kepada Presiden Jokowi. Di antaranya memberikan apresiasi karetna telah memberikan fokus utama pada paket relaksasi perekonomian agar daya beli tetap terjaga.
Kemudian pihaknya menyampaikan bahwa industri plastik dan daur ulang plastik di Indonesia selama ini justru telah menerapkan langkah-langkah dalam mengatasi sampah plastik. Contohnya, industri daur ulang sudah ada cukup lama dan hidup berdekatan dengan UMKM.
Namun pada kenyataannya, di industri plastik dan daur ulang plastik sudah mengalami pukulan yang sangat pahit bukan hanya dari akibat efek dari pandemi covid-19 ini tetapi lebih disebabkan oleh kebijakan aturan yang dikeluarkan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Akibat dari tekanan-tekanan ini, pihaknya khawatir bahwa seluruh pemangku kepentingan di industri ini sulit untuk pulih kembali terutama karena ancaman-ancaman tutupnya berbagai unit usaha, terutama usaha menengah dan kecil, yang secara otomatis biasanya dibarengi dengan PHK masal.
Karena itu pihaknya mendukung instruksi presiden untuk pemerintah bekerja serius dan extraordinary demi menghindari krisis dan resesi ekonomi. Pihaknya siap untuk berjuang bersama-sama dengan pemerintah sekuat tenaga memulihkan kondisi ekonomi negara kita.
Artikel Ini Sudah Tayang di KONTAN, dengan judul: ADUPI: Larangan penggunaan plastik membuat ekonomi masyarakat kian sulit