TRIBUNNEWS.COM – Awal pekan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot dibuka menguat ke Rp 14.710 per dolar AS, Senin (7/9/2020).
Berdasarkan data Bloomberg, posisi rupiah naik 0,27 persen dari penutupan Jumat (4/9/2020), yakni Rp 14.750 per dolar AS.
Meski demikian, minggu lalu rupiah melemah 1,28% selama sepekan, sebagaimana dilansir Kontan.co.id.
Sementara berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI) atau JISDOR, rupiah tercatat melemah 238 poin atau 1,63% dari perdagangan Senin (31/8/2020) di level Rp 14.554 per dolar AS.
Baca: Awal Pekan, Harga Emas Antam Masih Stagnan Rp 1.020.000 per Gram
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara memprediksi pergerakan rupiah yang melemah di pekan depan (minggu ini).
Faktonya, ialah bursa saham dibayangi aksi jual oleh investor asing secara berkelanjutan.
"Selama seminggu terakhir net sell asing tercatat Rp 5,12 triliun. Sentimen masih dipengaruhi oleh kekhawatiran revisi undang-undang (UU) BI mendegradasi independensi otoritas moneter," kata Bhima kepada Kontan, Minggu (6/9/2020).
Sementara itu, Analis sekaligus Kepala Riset Monex Investindo Ariston Tjendra mengatakan, rupiah mendapat sokongan dari rilis tenaga kerja AS yang hasilnya cukup bagus.
Sehingga ini bisa mendorong penguatan dolar AS terhadap nilai tukar lainnya.
“Rupiah berpotensi tertekan terhadap dollar AS di hari Senin, karena sentimen tersebut,” kata Ariston kepada Kompas.com.
Meskipun menguat, rupiah juga berpeluang mengalami tekanan karena sentimen memanasnya kembali hubungan AS dan China.
Hal itu terjadi, setelah AS berencana mem-blacklist perdagangan dengan perusahaan semi konduktor terbesar Tiongkok, SMIC.
“Isu ini bisa memberikan tekanan ke aset berisiko termasuk rupiah,” tutur Ariston.
Di sisi lain, beberapa data ekonomi global dari China dan Jerman akan menjadi perhatian pasar karena pasar masih mencari petunjuk soal indikasi pemulihan ekonomi global di tengah kondisi pandemi, yaitu data Neraca Perdagangan China bulan Agustus dan data produksi industri Jerman bulan Juli.