Laporan Wartawan Tribunnews, Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketentuan pemberian kompensasi dan ketentuan soal pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi UU dinilai menguntungkan bagi kalangan pekerja atau buruh.
Ketua Bidang Perindustrian dan BUMN Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Bali Agung Bagus Pratiksa Linggih mengatakan beleid terkait pemberian kompensiasi bagi pekerja dengan masa kerja satu tahun dalam RUU Cipta Kerja menguntungkan posisi buruh.
Padahal, kata Agus, dalam UU sebelumnya para pekerja kontrak tidak dapat kompensasi. Sementara itu, RUU Cipta Kerja mengatur agar para pekerja dapat kompensasi setelah satu tahun bekerja.
“Pasal 61A itu justru baik untuk kaum buruh dengan kondisi ekonomi sekarang yang cenderung bersifat sharing ekonomi atau outsource," kata Agung, Rabu (23/9/2020).
Baca: RUU Cipta Kerja Diklaim Bisa Dorong Daerah Berdaya Saing Lebih dan Berkelanjutan
Agung juga menyoroti Pasal 151 ayat 1 RUU Cipta Kerja yang memgatur setiap proses PHK didasarkan pada kesepakatan pengusaha dan buruh. Sementara Pasal 153 diatur pembatasan alasan PHK jika tidak terjadi kesepakatan.
"Jadi perusahaan tidak bisa dengan semena-mena PHK pegawainya,” terang Agung.
Baca: RUU Cipta Kerja Diharapkan Jadi Instrumen untuk Tarik Investasi Berorientasi Ekspor
Terkait ketentuan upah minimum kabupaten/kota (UMK), Agung mengatakan, ketentuan yang sama juga telah diatur dalam UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Di RUU ini, UMK ditentukan oleh provinsi melalui SK Gubernur. Karena itu, Agung menyebut RUU Cipta Kerja sudah cukup adil dan tidak merugikan pekerja atau buruh.
“Jadi sebenarnya cukup fair, pasal-pasal yang dihapus, kembali diatur dan diubah pada pasal yang baru. Penurunan upah minimum juga sebenarnya tidak usah dikhawatirkan,” kata Agung.