TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gabungan perusahaan ritel dan asosiasi pekerja berbasis di Amerika Serikat dan Eropa kompak menyurati DPR dan Presiden Joko Widodo merespon pembahasan rancangan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang diketok pada Sabtu (5/10) lalu.
Sekitar lebih dari 20 perusahaan ini menyampaikan menyambut positif dan mengapresiasi tujuan yang ingin dicapai oleh Pemerintah dalam mempermudah izin berbisnis investor dan perusahaan asing di Indonesia.
Baca juga: 35 Investor Asing Tak Setuju UU Cipta Kerja, Tidak Pernah Investasi di RI hingga Baca Draf UU Lama
"Namun kami juga ingin memastikan jika para pekerja mendapatkan upah yang mensejahterakan diri dan keluarganya. Perlindungan pekerja sangat penting terutama di masa tak menentu akibat Covid-19 seperti sekarang," tulis himpunan perusahaan ritel tersebut sebagaimana tertera dalam surat, Senin (12/10).
Baca juga: Bahlil: 35 Investor Asing Penolak UU Cipta Kerja Tidak Masuk Lewat Pintu BKPM dan BEI
Sebagai informasi, 23 perusahaan yang menyurati DPR RI dan Presiden ini antara lain adalah American Apparel and Footwear Association, ALDI SOUTH Group, ALDI Einkaf Gmbh & Co, Amfori, Burton, DW - SHOP, Eberhart's, Fair Labor Association, Fair Wear, FEMNET, Global Fairness Innitiative, Haglofs, Hugo Bos, Just Brands, Mowe, Odlo, Lidl, Schoffel, S. Oliver Group, Institut SUDWIND, VF Corporation, dan Zeeman.
Lebih jauh, mereka menyampaikan 8 poin yang bisa diperhatikan oleh Pemerintah dalam UU Omnibus Law, di antaranya adalah menjamin adanya kontrak kerja permanen setelah beberapa periode waktu sehingga kontrak kerja jangka waktu pendek harus dibatasi karena minim memberi proteksi legal.
Selanjutnya memastikan UU Omnibus Law sejalan dengan Konvensi nomor 158 Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization/ILO) yang mendefinisikan waktu kontrak kerja.
Baca juga: Tekan Jokowi Soal UU Cipta Kerja, 35 Investor Hijau Ini Dinilai Tidak Dapat Jatah
Tak hanya itu, mereka juga meminta Pemerintah memperhatikan Konvensi nomor 131 ILO yang melarang regulasi pembayaran upah di bawah standar UMR.
Perusahaan-perusahaan ini juga menekankan agar hak-hak unpaid leave, cuti hamil (maternity leave), cuti menyusui di jam kerja, hari libur keagamaan, libur atas kebutuhan acara keluarga hingga aktivitas serikat buruh, dipenuhi dan dilindungi sebagaimana yang ditetapkan ILO.
Mereka juga memastikan adanya jam kerja yang adil dengan memberlakukan 8 jam kerja per hari, hingga 40 jam kerja seminggu dengan batas lembur 3 jam per hari dan 14 jam seminggu sebagaimana tertera dalam Pasal 13/2003 dan Konsensi 116 ILO.
Selanjutnya adalah menyediakan penghargaan dan bonus bagi pekerja dengan kriteria yang jelas.
"Intinya kami ingin memastikan jika UU Omnibus ini memiliki nafas yang sama dengan adanya kontrak kerja yang legal dan adil, untuk gaji, pensiun, kesejahteraan sosial, uang lembur, hingga aturan jika perusahaan bangkrut," sambungnya.
Mereka menambahkan, iklim investasi dan kenyamanan menanamkan modal untuk mencapai untung bisa terlaksana dengan apik jika memberikan pekerja hak-haknya.
Mereka menyambung, poin-poin yang tertera dalam UU Omnibus Law, malah berpotensi menghilangkan kekuatan serikat buruh di ruang kerja, sehingga pihaknya menyarankan agar Pemerintah tidak hanya menggandeng asosiasi bisnis tetapi juga serikat buruh terkait untuk merefleksikan kembali UU yang sudah diketok oleh DPR.
"Sekali lagi, kami mengapresiasi Pemerintah Indonesia dalam mempermudah izin bisnis tetapi kami berharap pula UU Omnibus turut menghormati hak-hak fundamental pekerja, tidak hanya mendahulukan pertumbuhan ekonomi saja," tutupnya.
Artikel Ini Sudah Tayang di KONTAN, dengan judul: UU Cipta Kerja disahkan, 23 peritel global surati Jokowi dan DPR