Jadi, papar Bhima Yudistira, jika jumlah bank di Indonesia makin sedikit, maka akan memperbaiki proses transmisi intermediasi dari suku bunga acuan. Sehingga, kondisi ini akan memberikan peluang bagi masyarakat untuk mendapatkan pinjaman dengan bunga lebih rendah dari sekarang.
Ketika, soal keuangan digital. Selama pandemi Covid-19, transaksi keuangan konvensional ke arah digital bergerak lebih cepat dibandingkan kondisi sebelum pandemi. Sepanjang tahun 2020, banyak masyarakat yang berpindah dari transaksi konvensional ke digital.
Kondisi ini perlu diantisipasi OJK dengan memperkuat kemampuan internal OJK, antara lain dengan memaksimalkan fungsi teknologi big data dan Artificial intelligence.
Tidak hanya dari sisi perangkat kerja, lembaga dan sumber daya manusia di internal OJK dalam menghadapi perkembangan digital keuangan, juga perlu terus ditingkatkan. Tujuannya agar OJK bisa mengantisipasi perkembangan teknologi di industri jasa keuangan.
Sementara secara eksternal, OJK juga harus meningkatkan edukasi ke masyarakat yang menjadi konsumen industri jasa keuangan.
“Edukasi sangat dibutuhkan, terutama nasabah kecil yang kemampuan literasi keuangannya rendah. Mereka tidak paham produk apa yang dibeli, apakah produk itu bodong atau tidak. Tidak membaca kontraknya, sembarangan memberikan OTP kepada orang lain. Ini menjadi PR bagi OJK untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat, khususnya literasi keuangan di era digital,” pungkasnya.