Ini karena gejolak harga kedelai malah akan menyulitkan para produsen tahu-tempe, serta bisa membebani keuntungan pedagang.
Baca juga: Harga Kedelai Melonjak, SPTI Sebut Ada Potensi Kartel
Kedua, meminta pemerintah agar merealisasikan program swasembada kedelai yang sudah dicanangkan sejak 2006. Hal ini untuk mengurangi ketergantungan industri tahu-tempe dalam negeri dari kedelai impor.
Hal tersebut bisa saja diatasi dengan produksi tahu menggunakan kedelai dalam negeri, dan produksi tempe menggunakan kedelai impor. Tentunya pengaturan penggunaan kedelai hanya bisa diatur pemerintah
"Swasembada kedelai bukan berarti kita anti-impor, tetapi untuk menyeimbangkan," kata Handoko.
Ketiga, meminta pemerintah untuk segera mengevaluasi hasil produksi kedelai lokal, yang selama ini data statistik menunjukkan produksi kedelai lokal rata-rata mencapai 800.000-900.000 ton. Angka produksi itu disebut sangat jauh dari kebutuhan kedelai dalam negeri.
"Analisa kami, jumlah produksi kedelai lokal jauh api dari panggang," ujarnya.
Berdasarkan data Gabungan Koperasi Tempe dan Tahu Indonesia (Gakoptindo) diperkirakan kebutuhan kedelai untuk produksi para anggotanya sekitar 150.000-160.000 per bulan. Artinya, tiap tahunnya kebutuhan kedelai berkisar 1,8 juta-1,92 juta ton.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mogok Produksi, Perajin Tahu-Tempe Tuntut Ini ke Pemerintah"