TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi di sepanjang tahun 2020 sebesar 1,68 persen secara tahunan (yoy).
Angka inflasi tersebut berada di bawah target sasaran inflasi yang sebesar 2 persen - 4 persen.
"Ini merupakan inflasi yang terendah sejak BPS merilis data inflasi," ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto, Senin (4/1/2021).
Setianto menyebutkan, ada 10 komoditas yang memberikan andil inflasi di sepanjang tahun lalu.
Emas perhiasan memegang andil paling tinggi, yaitu 0,26 persen.
Posisi kedua ada cabai merah yang memberikan andil kepada inflasi sebesar 0,16 persen dan disusul dengan minyak goreng yang memberi andil 0,10 persen.
Rokok kretek filter dan rokok putih masing-masing memberi andil pada inflasi sebesar 0,09 persen.
Sementara daging ayam ras menyumbang 0,05 persen pada inflasi di sepanjang tahun 2020.
Lalu, telur ayam ras, ikan segar, nasi dengan lauk, serta uang kuliah akademik atau perguruan tinggi memberikan andil pada inflasi masing-masing sebesar 0,04 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat inflasi pada bulan Desember tahun 2020 sebesar 0,45 persen, dan banyak dipengaruhi kenaikan harga sejumlah komoditas.
Dari 90 kota Indeks Harga Konsumen (IHK), ada 87 kota yang mengalami inflasi, sedangkan 3 kota lainnya mengalami deflasi.
Gunung Sitoli menjadi kota yang mengalami inflasi tertinggi sebesar 1,87 persen yang dipicu naiknya harga cabai merah dan cabai rawit.
"Dari 90 kota IHK, yang mengalami inflasi tertinggi adalah Gunung Sitoli yaitu sebesar 1,87 persen. Utamanya disebabkan oleh kenaikan harga cabai merah dengan andil 0,64 (persen), kemudian cabai rawit dengan andil 0,38," jelas Setianto.
Kemudian untuk inflasi terendah terjadi di kota Tanjung Selor yaitu sebesar 0,05 persen.
Sementara itu, kata dia, ada beberapa kota IHK yang mengalami deflasi dan deflasi tertinggi terjadi di Luwu yakni sebesar minus 0,26 persen.
"Utamanya untuk deflasi di Luwu adalah andil dari cabai merah sebesar 0,1 persen, kemudian angkutan udara 0,09 persen," kata Setianto.
Selanjutnya, untuk deflasi terendah ada di kota Ambon yakni minus 0,07 persen.
Turis Asing
Dalam kesempatan tersebut, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan sepanjang bulan Januari hingga November 2020 sebanyak 3,88 juta wisatawan mancanegara masuk ke Indonesia.
Jumlah tersebut merosot 73,6 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 14,73 juta kunjungan.
"Kalau kita lihat secara kumulatif sampai dengan bulan November ini dari Januari dibandingkan dengan Januari-November 2019 memang masih banyak mengalami penurunan, sebesar 73,6 persen," ujar Setianto.
Sementara untuk bulan November, tercatat sebanyak 175.313 wisatawan yang masuk ke Indonesia.
Jumlah tersebut merosot 86,31 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 1,28 juta kunjungan pada November 2019 lalu.
Dibandingkan dengan bulan sebelumnya, jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia tumbuh 13,9 persen.
"Di mana Oktober lalu jumlah kunjungan wisatawan mancanegara mencapai 153.900 kunjungan," jelas Setianto.
Adapun lebih rinci Setianto menjelaskan, berdasarkan pintu masih sebagian besar wisatawan melalui jalur darat, yakni sebanyak 88.576 wisatawan mancanegara.
Melalui pintu laut sebanyak 43.343 wisatawan, dan sebanyak 43.394 melalui pintu udara.
Berdasarkan kebangsaan, pada bulan November ini sebagian besar wisatawan mancanegara berasal dari Timor Leste, yakni sebanyak 72.900 wisatawan atau 41,6 persen dari keseluruhan wisatawan mancanegara yang masuk ke Indonesia.
Kemudian dari Malaysia sebanyak 23,7 persen atau 41.600 wisatawan mancanegara, dan China sebanyak 3,7 persen atau 6.500 wisatawan.
"Kemudian lainnya 30,9 persen dengan jumlah 54.200 wisatawan mancanegara," jelas Setianto.
Jumlah penumpang angkutan udara menurut BPS yang diberangkatkan pada November 2020 mulai menunjukkan adanya tren peningkatkan.
Penumpang angkutan udara domestik yang diberangkatkan pada November 2020 sebanyak 3,0 juta orang, naik 33,43 persen dibanding Oktober 2020.
Sedangkan jumlah penumpang tujuan luar negeri (internasional) naik 15,80 persen menjadi 44.700 orang.
Namun, bila dibandingkan dengan periode sebelum pandemi Covid-19 atau di tahun 2019, masih terjadi penurunan yang cukup tajam.
Begitu juga bila diakumulasikan selama periode Januari-November 2020.
"Selama Januari sampai November 2020, jumlah penumpang domestik sebanyak 28,7 juta orang atau turun 58,78 persen dan jumlah penumpang internasional sebanyak 3,6 juta orang atau turun 79,00 persen dibanding periode yang sama tahun 2019," kata Setianto.
Sementara untuk penumpang angkutan laut dalam negeri, yang diberangkatkan pada November 2020 tercatat 1,2 juta orang, naik 9,34 persen dibanding Oktober 2020.
Jumlah barang yang diangkut juga naik 0,22 persem menjadi 27,4 juta ton.
Selama Januari–November 2020, jumlah penumpang mencapai 12,9 juta orang atau turun 40,39 persen dibanding dengan periode yang sama tahun 2019, sedangkan jumlah barang yang diangkut naik 1,36 persen atau mencapai 275,4 juta ton.
Sementara itu untuk jumlah penumpang kereta api, yang berangkat pada November 2020 sebanyak 13,7 juta orang atau naik 14,95 persen dibanding Oktober 2020.
Serupa dengan jumlah penumpang, jumlah barang yang diangkut kereta api mengalami peningkatan 19,45 persen menjadi 4,6 juta ton.
"Selama Januari–November 2020, jumlah penumpang mencapai 172,6 juta orang atau turun 55,80 persen dibanding periode yang sama tahun 2019. Hal yang sama untuk jumlah barang yang diangkut kereta api, terjadi penurunan 4,80 persen menjadi 44,3 juta ton," terang Setianto.(Tribun Network/fit/kps/wly)