TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat investasi Ariston Tjendra berpendapat, dinar dan dirham yang beredar di Indonesia saat ini bertujuan untuk investasi, bukan sebagai alat tukar.
“Sama seperti orang memiliki emas, yang dikoleksi dan sewaktu waktu dijual. Jadi hanya investasi saja,” kata Ariston dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Selasa(23/2/2021).
Dinar merupakan kepingan logam yang sebagian atau seluruhnya dibuat dari emas. Sementara dirham adalah kepingan logam perak.
Dinar memiliki kandungan emas 91,7 persen sedangkan dirham mempunyai kandungan perak 99,95 persen.
Contohnya, masyarakat membeli emas untuk jaga-jaga ketika ekonominya sedang tidak baik, maka dia bisa menjual emas itu.
Baca juga: Mudah Investasi Emas Dinar Lewat Aplikasi
Terkait adanya pasar yang menggunakan dinar dan dirham di Depok beberapa waktu lalu dan pemilik mengaku membuatnya di PT Aneka Tambang(Antam), Ariston berpendapat tentu Antam tidak bisa dipersalahkan.
Baca juga: Anwar Abbas Sebut Transaksi Dinar-Dirham di Pasar Muamalah Mirip Seperti Barter
“Karena itu sudah jelas aturannya. Terkait soal jual beli dinar dan dirham ini, itu ada mekanismenya. Sedangkan bila ada yang mengggunakan untuk alat tukar jual beli itu jelas salah,” jelasnya.
Baca juga: Wapres Sebut Transaksi Dinar dan Dirham di Pasar Muamalah Depok Menyimpang
Kepala Riset dan Edukasi PT Monex Investindo Futures ini menjelaskan keping emas dinar dan keping perak dirham yang dibuat Antam diibaratkan ornamen atau perhiasan yang rata-rata digunakan untuk koleksi, jadi investasi yang sewaktu-waktu dijual bila harga membaik.
Investasi dinar dan dirham sendiri sudah ada di Indonesia sejak tahun 2000.
"Malah beberapa perusahaan perhiasan emas swasta juga merilis produk dinar dan dirham karena tingginya permintaan pasar."
" Sebagai sebuah koleksi , logam mulia atau emas, dinar dan dirham memang ada daya tarik, karena merupakan ornamen, jadi banyak orang suka sehingga memilikinya seakan berinvestasi. Jadi poin plusnya di situ,” terangnya.
Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Teddy Anggoro mengatakan, sesuai pasal 2 ayat 1 dan pasal 21 ayat 1 UU Mata Uang jelas menyatakan alat tukar yang sah di Indonesia hanya Rupiah.
Menurutnya, tidak boleh melakukan alat tukar di luar mata uang rupiah.
“Antam sebagai produsen dinar dan dirham yang dijadikan alat tukar oleh sekelompok masyarakat tidak bisa disalahkan karena tujuan pembuatannya bukan untuk alat tukar,” jelasnya.
Ia mencontohkan, Antam diibaratkan seorang ibu yang membuat pempek, lalu ada yang mau menukar pempek ibu tersebut dengan sate.
“Si ibu tidak bisa disalahkan, kecuali bila si ibu tersebut sengaja menjadikan pempek sebagai alat tukar,” katanya.
(Willy Widianto)