TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Produsen mobil listrik, Tesla, memutuskan untuk membangun pabrik mobil listrik atau electric vehicle (EV) di India.
Alasannya, tak lain karena ekosistem investasi nasional yang masih jadi momok bagi investor global menanamkan modalnya.
Direktur Eksekutif Indef Ahmad Tauhid mengatakan, biaya investasi yang akan dikeluarkan Tesla di India jauh lebih murah dibandingkan Indonesia.
Baca juga: Indonesia Modification Expo 2021 Siap Diselenggarakan Full Virtual
Menurut dia, itu alasan mendasar mengapa Indonesia gagal dipilih Tesla untuk berinvestasi.
“Terkait biaya investasi, ada dua hal mengapa Tesla akhirnya lebih memilih India, pertama adalah soal pajak. Meski ada keringanan pajak kendaraan listrik di Indonesia, namun buat Tesla iklim pajak di India jauh lebih baik,” kata Ahmad dikonfirmasi, Rabu (24/2/2021).
Dia menekankan investor memerlukan kemudahan serta birokrasi yang lebih cepat dan mudah.
Kemudian terkait tenaga kerja di mana industri kendaraan listrik di India telah jauh lebih berkembang dibandingkan di Indonesia.
“Pemerintah perlu menciptakan iklim yang mendukung investasi, pajak yang lebih murah misalnya, karena ini bukan cuma jadi kendala Tesla, sejumlah perusahaan asal Jepang juga sering mengeluhkan hal ini,” sambungnya.
Sementara Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai, masih banyak rencana investasi asing yang berminat masuk ke Indonesia selain Tesla.
Namun, kebanyakan masih ragu dan memiliki banyak pertimbangan akibat persoalan perpajakan.
Memang betul Indonesia sudah memiliki tax holiday tetapi tidak banyak yang memanfaatkannya dengan berbagai faktor.
Salah satunya karena insentif pajak tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan investor.
Yusuf bilang, pemerintah perlu mempertimbangkan pemberian insentif berdasarkan kebutuhan industri yang akan dibidik oleh investor.
Tentu, ini membutuhkan usaha yang lebih besar untuk menghitung kebutuhan insentif tiap sektor dan berapa lama imbal hasil masing-masing sektor.
"Ini saja dilakukan dalam rangka menarik investasi untuk mendorong masing-masing industri," terang Yusuf.
Keputusan investasi kerap didominasi oleh adanya kepastian hukum dan insentif yang ditawarkan suatu negara disamping mempertimbangkan peluang pasar.
Kasus Tesla harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk segera melakukan pembenahan.
Melalui regulasi yang tepat dan insentif yang sesuai dengan kebutuhan investasinya, maka resiko bagi investor dapat ditekan dan pemerintah memiliki kans lebih besar menempatkan Indonesia sebagai destinasi utama investasi.
Karena pada akhirnya pemerintah juga yang akan mendapatkan keuntungan jangka panjang dari berkembangnya industri tersebut di Indonesia.
Tesla Pilih India Untuk Bangun Pabrik Mobil Listrik, BKPM: Masih Negosiasi, Tesla Belum Hengkang
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal ( BKPM) Bahlil Lahadalia memastikan negosiasi pemerintah dengan Tesla Inc, produsen mobil listrik asal Amerika Serikat, masih terus berjalan.
Baca juga: Tesla Diprediksi Bakal Dapat Keuntungan Rp 8,4 Triliun dari Pembelian Bitcoin
Hal ini menyusul kabar bahwa perusahaan milik Elon Musk tersebut bakal membangun pabrik mobil listrik di India, yang ditandai dengan penandatanganan kesepakatan oleh kedua pihak.
Kabar itu pun membuat banyak pihak mempertanyakan keberlanjutan negosiasi pemerintah Indonesia untuk mengajak Tesla menanamkan modalnya di Tanah Air.
Baca juga: Tesla Pilih India untuk Membangun Pabrik Mobil Listriknya
"Saya ingin sampaikan, ini kan masih negosiasi, tidak ada yang hengkang, kalau hengkang itu kan sudah tiba baru pergi, ini masih berproses," ungkap Bahlil dalam konferensi pers virtual, Rabu (24/2/2021).
Ia menjelaskan, pada dasarnya komunikasi Indonesia dengan Tesla sejak awal dilakukan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.
Maka, pihaknya akan berkomunikasi dengan Luhut untuk mengetahui lebih detail informasi terkait rencana investasi Tesla.
Baca juga: Prospek Saham Tambang Setelah Tesla Tak Minat Investasi Baterai
"Kami di bagian belakanganya. Nah untuk itu saya akan coba untuk komunikasi dengan Pak Menko informasinya sejauh apa terakhir," katanya.
Menurut Bahlil, pasang surut dalam tahap negosiasi investasi adalah yang biasa terjadi.
Meski demikian, ia menegaskan pemerintah akan terus mendorong negosiasi dengan Tesla agar bisa membuahkan hasil yang baik bagi Indonesia.
“Jadi kalau orang dalam negosiasi bisnis deal-deal-an itu biasa pasang surut. Dunia belum berakhir jangan pesimis, barang (negosiasi) ini masih jalan terus,” kata dia.
Dia mencontohkan, tarik ulur negosiasi juga sempat terjadi pada investasi LG Energy Solutition Ltd.
Bahkan negosiasi berlangsung dalam kurun waktu lebih dari satu tahun lebih hingga akhirnya LG memutuskan membangun industri baterai kendaraan listrik dengan nilai investasi mencapai 9,8 miliar dollar AS.
Bahlil pun optimistis Tesla maupun investasi asing lainnya bakal tertarik menanamkan modalnya di Indonesia, lantaran didukung dengan implementasi Undang-Undang Cipta Kerja dan aturan turunannya.
Beleid ini dinilai mendukung iklim investasi dan kemudahan berusaha di Tanah Air.
“Dengan UU Cipta Kerja ini akan melahirkan iklim yang lebih baik bagi dunia usaha kita dan kemudian membangun persepsi positif terkait dengan ekonomi nasional,” pungkasnya.
Alasan Kuat
Mantan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar buka-bukaan terkait perusahaan electric vehicle (EV) Tesla tidak memilih Indonesia untuk investasi melainkan India.
Dia menilai sang pendiri Tesla Elon Musk memiliki beberapa alasan kuat dalam memindahkan tempat produksi dan pengembangan aset kendaraan listrik barunya.
Arcandra mengatakan Tesla membangun manufacturing plant dan technology centrenya di Sillicon Valley Amerika karena SDM yang terampil di bidang IT, technology chips termutakhir, dan venture capitalist (pemodal) yang berani mendanai proyek startup berisiko tinggi.
“Kalau Tesla ingin mengembangkan technology centrenya ke luar AS tentu harus yang ekosistemnya mendekati Sillicon Valley. Di dunia ada dua kota yang mendekati yakni Bangalore di India dan Tel Aviv di Israel,” kata Komisaris Utama PGN ini dalam tulisannya, Rabu (24/2/2021).
Sebelum Tesla, sudah ada beberapa perusahaan automobile yang memutuskan membuka technology centrenya di Bangalore seperti Mercedes Benz, Great Wall Motors, General Motors, Continental, Mahindra&Mahindra, Bosch, Delphi dan Volvo.
Menurutnya, Bangalore sudah memiliki ekosistem yang sangat baik setelah munculnya perusahaan-perusahaan startup EV.
“Untuk menarik daya tarik investor ke Bangalore adalah hasil teknokogi IT yang berkembang dan masuknya para pemodal adalah hasil dari para talenta yang berkualitas tinggi,” kata Arcandra.
Dia menekankan Bangalore bisa membuktikan hasil kerja mereka tidak kalah dari AS.
“Kepercayaan ini tidak dibangun dalam hitungan bulan, tetapi puluhan tahun,” pungkasnya.
Lebih lanjut, Arcandra memandang Tesla mendahului Bangalore untuk investasi karena akses pasar yang sangat besar.
India adalah negara keempat dalam penjualan mobil tertinggi di dunia setelah China, AS, dan Jepang.
“Keputusan Tesla investasi di India tentu bisa menjadi pelajaran bahwa seluruh negara di dunia terus berlomba memberi daya tarik ke investor. Indonesia memiliki resources dan SDM yang tidak kalah, tetapi membentuk ekosistem tentu menjadi tantangan yang tidak mudah dibangun,” katanya.
Tesla Tak Tertarik
PT Pertamina (Persero) menyebut produsen mobil listrik asal Amerika Serikat, Tesla tidak tertarik investasi di Indonesia pada bisnis Electric Vehicle Battery (EV Battery), tetapi di sistem penyimpanan energi atau Energy Storage System (ESS).
"Tesla itu berminatnya di energy storage system, bukan di EV Battery," kata Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati saat rapat dengan Komisi VII DPR, Selasa (9/2/2021).
Baca juga: Proposal Rencana Investasi Sudah Masuk, Pekan Depan Pemerintah Bertemu Tesla
Menurutnya, ESS memang memiliki potensi yang besar, apalagi pemerintah sedang memperbanyak Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Baca juga: Bangun Industri Baterai Listrik, Erick Thohir Jajaki Kerja Sama dengan Tesla
ESS tersebut dapat menyimpang energi listrik yang dihasilkan dari PLTS, dan bisa menjadi tempat penyimpan battery cell yang dibutuhkan motor dan kendaraan listrik.
Nicke menyebut, ESS untuk kendaraan roda dua lebih menjanjikan dibanding roda empat, karena pertumbuhannya lima kali lipat.
"Jadi ESS jadi potensi yang besar di Indonesia dan Pertamina masuk ke sana," ucap Nicke.
Diketahui, Tesla berencana investasi di Indonesia untuk pengembangan mobil listrik, setelah Presiden Joko Widodo melakukan percakapan dengan Elon Musk pada 11 Desember lalu, melalui sambungan telepon.
Ajakan Pemerintah RI
Pada akhir 2020 lalu, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengajak CEO Tesla dan SpaceX Elon Musk untuk berinvestasi di Indonesia dalam bidang industri kendaraan listrik yang berkesinambungan.
Undangan itu disampaikannya saat melakukan pembicaraan melalui telepon dengan didampingi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan, Jumat (11/12/2020).
"Kedua belah pihak bertukar pandangan mengenai industri mobil listrik dan komponen utama baterainya," tulis siaran pers Biro Komunikasi Kemenko Maritim dan Investasi, Sabtu, (12/12/2020).
"Kemudian, Presiden RI Jokowi juga mengajak Tesla untuk melihat Indonesia sebagai launching pad Space X," lanjutnya.
Elon Musk kemudian menanggapi undangan tersebut dengan berencana mengirimkan tim ke Indonesia pada Januari 2021 mendatang. Mereka bakal menjajaki semua peluang kerjasama dimaksud.
Sebelumnya, Elon Musk pernah menyebut nama Indonesia terkait cadangan nikel yang besar untuk mendukung industri baterai kendaraan listrik. Kemudian, hal itu dapat respons baik dari pemerintah.
Salah satu pernyataan datang dari Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita yang menyebut ada rencana pabrik Tesla didirikan di Kawasan Industri Terpadu Batang, Jawa Tengah.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Masih Ada Harapan, Kepala BKPM Sebut Negosiasi dengan Tesla Tetap Berjalan"
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jokowi Ajak Elon Musk Investasi Kendaraan Listrik di Indonesia