Sutan menegaskan, pemerintah terus mendorong pengembangan ekonomi dan keuangan syariah untuk memperkuat ekonomi nasional.
Pengembangan ekonomi dan keuangan syariah mencakup 4 sektor yakni pengembangan industri produk halal, pengembangan industri keuangan syariah, pengembangan sosial syariah, serta pengembangan dan perluasan kegiatan usaha syariah.
Sebagaimana diketahui, untuk mendorong pertumbuhan industri keuangan syariah di Indonesia, Pemerintah melaui UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, mewajiban industri asuransi melakukan spin off atas unit usaha syariahnya paling lambat pada 17 Oktober 2024.
Perusahaan asuransi sudah menyerahkan road map pemisahan UUS-nya kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Oktober 2020.
Aturan turunan UU Nomor 40 Tahun 2014 ini dituangkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 67/2016 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah.
Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), sebanyak 71,4 persen asuransi akan melakukan spin off dan sisanya memilih untuk menutup unit syariahnya.
Head of Sharia Strategic Development Prudential Indonesia Bondan Margono mengatakan, bisnis asuransi syariah dan asuransi konvesional memiliki perbedaan mendasar.
Diantaranya pada aspek akad antara nasabah tertanggung dengan pihak perusahaan asuransi, peran perusahaan, pengawasan, serta pilihan investasinya.
Bisnis asuransi syariah mendasarkan diri pada prinsip berbagi risiko atau risk sharing. Pada asuransi syariah, instrumen investasi yang boleh diambil hanya yang benar-benar sesuai dengan prinsip syariah.
Hal demikian tidak berlaku pada bisnis asuransi konvensional.