Laporan Wartawan Tribunnews, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia atau BRI, Sunarso mengatakan, pemimpin yang transformatif sangat diperlukan agar perusahaan dapat merespon tantangan akibat disrupsi digital di tengah pandemi Covid-19.
Menurutnya, perubahan iklim bisnis dalam beberapa tahun terakhir semakin cepat dan bahkan membuat banyak perusahaan hampir tutup akibat disrupsi teknologi digital.
Hal ini menuntut para pemimpin multinational company untuk lebih waspada dan segera melakukan transformasi agar survive dan tumbuh berkelanjutan di era digital.
Sunarso mengungkapkan teknologi digital memang disruptor yang luar biasa, dan umur rata-rata perusahaan dunia saat ini telah menurun secara signifikan.
Berdasarkan data S&P 500, rata-rata umur perusahaan diperkirakan pada 2025 hanya berkisar 12 tahun hingga 15 tahun.
Baca juga: Terdampak Pandemi, Koperasi Simpan Pinjam Diminta Ikuti Tuntutan Pasar Digital
Bahkan, perusahaan yang termasuk dalam Indeks S&P 500 sudah berkurang setengah sejak 1960.
Untuk itu, Sunarso berharap para pemimpin lebih waspada dalam menghadapi tantangan digital ekonomi.
Jangan sampai perusahaan yang sudah lama justru ikut masuk dalam jeratan perubahan digital ekonomi saat ini.
“Dulu, perubahan itu terjadi perlahan, yakni 10 tahun bahkan 20 tahun. Saat ini, perubahan terjadi 5 tahun, 3 tahun, atau 1 tahun,” jelas Sunarso dalam keterangannya, Senin (7/6/2021).
Baca juga: Kemendes PDTT dan PT Balai Pustaka Kerja Sama Program Seribu Taman Bacaan Desa Digital
“Pemimpin harus aware jangan sampai perusahaan mati perlahan. Bahkan, jangan sampai mati segera,” sambungnya.
Untuk merespon berbagai tantangan itu tentu dibutuhkan pemimpin yang transformatif atau digital leader yang mampu mengikuti perubahan zaman, dengan beberapa kriteria dan gaya kepemimpinan.
Sunarso juga menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan di era digital itu lebih kontekstual daripada sentral maupun upaya-upaya untuk membangun kultus individu.
Maksudnya, kepemimpinan itu ditulis sistem bukan oleh sinten (orang per orang).
Baca juga: Perkembangan Digitalisasi Pelabuhan di Indonesia Dipaparkan pada Sidang FAL Organisasi Maritim Dunia
Alasannya, akibat disrupsi teknologi digital, program atau rencana bisnis lima tahunan yang disusun perusahaan dapat berubah di tengah jalan.
Bahkan di tengah Covid-19, perusahaan mengubah bisnis model agar tetap relevan dengan kondisi dan perubahan digital yang berlangsung dengan cepat.
Dia menambahkan bahwa yang lebih penting dari itu semua adalah kita harus menyediakan dalam corporate plan itu ruang yang cukup agile untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian.
Digitalisasi memerankan peran penting dalam perubahan bisnis iklim bisnis akhir-akhir ini.
Perusahaan di era dulu yang mampu bertahan hanya dengan kekuatan modal.
Namun, perusahaan saat ini justru mengandalkan big data, membuat aplikasi dan membentuk ekosistem.
“Jadi terminologi trickle down economy sudah kurang relevan. Yang ada masif progresion, yakni pelaku mikro berjejaring dan membentuk market super power,” imbuhnya.