Sebanyak 22 penerima BPUM sebesar Rp 52,8 juta tidak sesuai lampiran SK.
Sebanyak delapan penerima BPUM dengan nilai Rp 19,2 juta telah pindah ke luar negeri.
Sementara, ada satu duplikasi penyaluran dana BPUM kepada seorang penerima dengan nilai Rp 2,4 juta.
"Instansi terkait harus segera merespon temuan BPK tersebut. Ketidaktepatan penyaluran sebesar Rp1,18 triliun merupakan angka yang sangat besar. Seluruh pihak yang terlibat dalam penyaluran BPUM mulai dari pengusul, Kemenkop UKM, dan perbankan penyalur perlu diaudit," ujar Ketua DPP Partai Gerindra itu.
Lebih lanjut, Hergun menambahkan bahwa penyaluran BPUM pada 2020 diatur dengan Peraturan Menteri Koperasi dan UKM (Permenkop UKM) No.6/2020.
Pasal 4 dan 5 menjelaskan persyaratan untuk mendapatkan BPUM yakni tidak sedang menerima kredit atau pembiayaan dari perbankan, berstatus Warga Negara Indonesia (WNI), mempunyai Nomor Induk Kependudukan (NIK), memiliki Usaha Mikro, dan bukan ASN, TNI/Polri, pegawai BUMN/BUMD.
Baca juga: Kementan, Kemenkop-UKM, dan IPB Sepakati Pengembangan Pertanian Berbasis Korporasi
Adapun Pasal 6 menjelaskan pihak-pihak yang bisa menjadi pengusul yaitu Dinas Koperasi UMKM Provinsi dan Kabupaten/Kota, Kementerian/Lembaga, Koperasi, Perbankan dan Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Penyalur Program Kredit Pemerintah.
Sementara itu saat ini bank yang bertindak sebagai penyalur, di antaranya adalah BRI dan BNI.
"Pada 2020, pemerintah mengalokasikan anggaran BPUM sebesar Rp28,8 triliun untuk 12 juta pelaku usaha mikro. Realisasinya pada 2020 BRI menyalurkan Rp18,64 triliun kepada 7,77 juta pelaku usaha mikro. Sementara BNI menyalurkan Rp10,04 triliun untuk 4,1 juta penerima," papar Hergunm
Ketua Kelompok Fraksi Gerindra di Komisi XI DPR-RI itu melanjutkan, adanya temuan BPK sangat mengejutkan.
Pasalnya aturannya sudah jelas, namun dalam pelaksanannya ditemukan banyak penyimpangan.
Pasal 9 mengatur kewenangan Kemenkop UKM untuk melakukan pembersihan data calon penerima BPUM yang diperoleh dari pengusul BPUM.
Pembersihan data dilakukan melalui penghapusan data calon penerima BPUM yang memiliki identitas sama dengan calon penerima BPUM yang diusulkan lembaga pengusul lain, NIK tidak sesuai format administrasi kependudukan, dokumen persyaratan tidak lengkap, dan sedang menerima KUR atau kredit perbankan lainnya.
"Tampaknya kewenangan tersebut belum dilakukan secara optimal. Pasalnya selain 38,2 ribu penerima yang sudah meninggal, ternyata ada 280,8 ribu penerima dengan NIK tidak padan, 42,2 ribu penerima berstatus ASN, TNI, Polri, serta karyawan BUMN dan BUMD, 19,4 ribu penerima yang bukan usaha mikro, ada 11,8 ribu penerima yang sedang mengambil kredit perbankan lainnya, dan ada pula 1,4 ribu penerima yang menerima BPUM lebih dari sekali," jelasnya.
Baca juga: Bangun SDM Unggul, Pemerintah Luncurkan Rencana Aksi Nasional PAUD HI 2020-2024