News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Legislator Gerindra : Temuan BPK Perlu Ditindaklanjuti untuk Pembenahan Penyaluran BPUM

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2020 menemukan adanya ketidaktepatan penyaluran bantuan produktif usaha mikro (BPUM) senilai Rp 1,18 triliun.

Bahkan di antaranya sebanyak Rp91,8 miliar bantuan tersebut diberikan kepada 38,2 ribu penerima yang sudah meninggal.

Terkait hal itu, Anggota Komisi XI Fraksi Gerindra DPR-RI Heri Gunawan menyatakan penyaluran BPUM perlu dievaluasi secara menyeluruh. 

Baca juga: Temuan BPK: Beberapa Satker Kejaksaan Belum Setor Duit Tilang ke Negara

Tujuan program ini adalah agar para pelaku usaha mikro mampu bertahan dari dampak pandemi Covid-19.

Ketidaktepatan penyaluran menjadikan program BPUM salah sasaran.

"Sangat keterlaluan bagaimana ceritanya orang yang sudah meninggal masih mendapatkan BPUM. Padahal masih banyak pelaku usaha mikro yang masih eksis, tetapi belum mendapatkan BLT UMKM tersebut," ujar Hergun, sapaan akrab Heri Gunawan, kepada wartawan, Jumat (25/6/2021).

Baca juga: LaNyalla: DPD RI akan Tindak Lanjuti Laporan BPK

Perlu diketahui, ketidaktepatan penyaluran tidak hanya mencakup orang yang sudah meninggal saja.

Menurut hasil audit BPK, ada 414.613 penerima yang tak sesuai kriteria dan SK serta mengalami duplikasi. 

Rinciannya, BPUM sebanyak Rp 673,9 miliar disalurkan kepada 280,8 ribu penerima dengan NIK tidak padan.

BPUM sebanyak Rp 101,9 miliar diberikan kepada 42,2 ribu penerima berstatus ASN, TNI, Polri, serta karyawan BUMN dan BUMD. 

Kemudian, BPUM sebanyak Rp49,01 miliar diberikan kepada 20,4 ribu penerima dengan NIK anomali. 

BPUM sebesar Rp46,4 miliar juga diberikan kepada 19,4 ribu penerima yang bukan usaha mikro.

Lalu, Rp28,4 miliar bantuan tersebut diberikan kepada 11,8 ribu penerima yang sedang mengambil kredit perbankan lainnya. 

Baca juga: BPK Khawatir terhadap Membengkaknya Utang Pemerintah, Muhammadiyah : Masalah Besar akan Timbul

Ada pula 1,4 ribu penerima yang menerima BPUM lebih dari sekali dengan nilai Rp 3,34 miliar.

Sebanyak 22 penerima BPUM sebesar Rp 52,8 juta tidak sesuai lampiran SK.

Sebanyak delapan penerima BPUM dengan nilai Rp 19,2 juta telah pindah ke luar negeri. 

Sementara, ada satu duplikasi penyaluran dana BPUM kepada seorang penerima dengan nilai Rp 2,4 juta.

"Instansi terkait harus segera merespon temuan BPK tersebut. Ketidaktepatan penyaluran sebesar Rp1,18 triliun merupakan angka yang sangat besar. Seluruh pihak yang terlibat dalam penyaluran BPUM mulai dari pengusul, Kemenkop UKM, dan perbankan penyalur perlu diaudit," ujar Ketua DPP Partai Gerindra itu. 

Lebih lanjut, Hergun menambahkan bahwa penyaluran BPUM pada 2020 diatur dengan Peraturan Menteri Koperasi dan UKM (Permenkop UKM) No.6/2020. 

Pasal 4 dan 5 menjelaskan persyaratan untuk mendapatkan BPUM yakni tidak sedang menerima kredit atau pembiayaan dari perbankan, berstatus Warga Negara Indonesia (WNI), mempunyai Nomor Induk Kependudukan (NIK), memiliki Usaha Mikro, dan bukan ASN, TNI/Polri, pegawai BUMN/BUMD.

Baca juga: Kementan, Kemenkop-UKM, dan IPB Sepakati Pengembangan Pertanian Berbasis Korporasi

Adapun Pasal 6 menjelaskan pihak-pihak yang bisa menjadi pengusul yaitu Dinas Koperasi UMKM Provinsi dan Kabupaten/Kota, Kementerian/Lembaga, Koperasi, Perbankan dan Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Penyalur Program Kredit Pemerintah.

Sementara itu saat ini bank yang bertindak sebagai penyalur, di antaranya adalah BRI dan BNI.

"Pada 2020, pemerintah mengalokasikan anggaran BPUM sebesar Rp28,8 triliun untuk 12 juta pelaku usaha mikro. Realisasinya pada 2020 BRI menyalurkan Rp18,64 triliun kepada 7,77 juta pelaku usaha mikro. Sementara BNI menyalurkan Rp10,04 triliun  untuk 4,1 juta penerima," papar Hergunm

Ketua Kelompok Fraksi Gerindra di Komisi XI DPR-RI itu melanjutkan, adanya temuan BPK sangat mengejutkan.

Pasalnya aturannya sudah jelas, namun dalam pelaksanannya ditemukan banyak penyimpangan. 

Pasal 9 mengatur kewenangan Kemenkop UKM untuk melakukan pembersihan data calon penerima BPUM yang diperoleh dari pengusul BPUM.

Pembersihan data dilakukan melalui penghapusan data calon penerima BPUM yang memiliki identitas sama dengan calon penerima BPUM yang diusulkan lembaga pengusul lain, NIK tidak sesuai format administrasi kependudukan, dokumen persyaratan tidak lengkap, dan sedang menerima KUR atau kredit perbankan lainnya.

"Tampaknya kewenangan tersebut belum dilakukan secara optimal. Pasalnya selain 38,2 ribu penerima yang sudah meninggal, ternyata ada 280,8 ribu penerima dengan NIK tidak padan, 42,2 ribu penerima berstatus ASN, TNI, Polri, serta karyawan BUMN dan BUMD, 19,4 ribu penerima yang bukan usaha mikro, ada 11,8 ribu penerima yang sedang mengambil kredit perbankan lainnya, dan ada pula 1,4 ribu penerima yang menerima BPUM lebih dari sekali," jelasnya.

Baca juga: Bangun SDM Unggul, Pemerintah Luncurkan Rencana Aksi Nasional PAUD HI 2020-2024

Hergun menegaskan temuan BPK sudah semestinya ditindaklanjuti dengan mekanisme yang berlaku agar kasus serupa tidak terulang kembali di masa yang akan datang.

Tahun ini penyaluran BPUM tidak boleh salah sasaran lagi sebagaimana yang terjadi pada 2020. 

Selain itu, Hergun juga meminta semua pihak terkait untuk menjalankan tugas dan wewenangnya secara profesional. 

"Belajar dari 2020, pembersihan data harus dilakukan secara cermat dan tepat agar perbaikan tersebut bisa mengurangi tingkat ketidaktepatan penyaluran BPUM pada 2021," tegas Hergun.

Dan yang utama, kepada penyalur baik Perbankan dan atau PT Pos Indonesia sebagai pihak penyalur sebaikya juga turut melakukan validasi secara profesional dan proporsional kepada calon penerima tanpa ada kesan mempersulit penerima BPUM. 

"Meskipun sejumlah revisi telah dilakukan, koordinasi antara pihak pengusul, Kemenkop UKM dan pihak penyalur harus lebih intensif dan sinergis dilakukan. Hal tersebut dimaksudkan agar penyaluran BPUM tidak boleh salah sasaran lagi. BPUM merupakan program untuk membantu pelaku usaha mikro agar bisa bertahan di masa pandemi. Keberhasilan program ini akan berdampak positif terhadap pemulihan ekonomi nasional dan sekaligus menjadi konstribusi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi" pungkasnya. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini