Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indonesia masuk ke dalam daftar negara dengan penghasilan menengah ke bawah, alias lower middle income country.
Penyebab penurunan kelas ini adalah, Gross National Income (GNI) per kapita Indonesia di tahun 2020 menyusut menjadi 3.870 dolar Amerika Serikat (AS).
Baca juga: RI Turun Kelas Jadi Negara Penghasilan Menengah Bawah, Ini Tanggapan Ekonom Hingga Istana
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengatakan penurunan kelas pendapatan per kapita Indonesia pada kategori negara berpendapatan menengah ke bawah, bakal memberikan beberapa konsekuensi negatif.
“Turunnya peringkat Indonesia ke lower middle income country ini punya beberapa konsekuensi,” ujar Bhima saat dihubungi Tribunnews, Kamis (8/7/2021).
Bhima mengungkapkan konsekuensi yang pertama adalah, Indonesia akan lebih lama untuk menjadi negara maju. Karena prosesnya justru mengalami kemuduran.
Sebagai informasi seperti dilansir Kontan, pada 1 Juli 2020 World Bank sudah menaikkan status Indonesia menjadi upper middle income country. Namun, di tahun 2021, Indonesia harus turun kelas.
Penyebab penurunan kelas ini adalah, Gross National Income (GNI) per kapita Indonesia di tahun 2020 menyusut menjadi 3.870 dolar Amerika Serikat (AS). Dimana, GNI per kapita Indonesia di tahun 2019 tercatat sebesar 4.050 dolar AS.
“Seharusnya setelah jadi middle income coutry kita menjadi high income country, dan sekarang justru turun peringkat. Menuju proses menjadi negara maju ini kita makin terlambat,” ucap Bhima.
Bhima melanjutkan, Indonesia dikhawatirkan bakal terjebak dalam jebakan kelas menengah, atau middle income trap yang cukup lama.
Ini konsekuensinya seperti sulitnya mencari lapangan pekerjaan. Karena Indonesia akan mendapati bonus demografi yang puncaknya bakal terjadi pada tahun 2030.
Dikarenakan anak muda di negeri ini banyak lulusan dari perguruan tinggi. Tetapi karena ekonomi tidak mengalami pertumbuhan signifikan, maka lapangan kerja akan sangat terbatas.
“Efeknya, serapan tenaga kerja baru masih kurang optimal yang kemudian tingkat pengangguran usia muda kita menjadi tinggi. Kita saat ini sudah termasuk tertinggi di Asia Tenggara,” ucap Bhima.
Kemudian dirinya melanjutkan, konsekuensi lainnya yang akan dihadapi adalah, kurang diminatinya Indonesia dalam hal investasi.
Dengan adanya penurunan kelas pendapatan tersebut, maka Indonesia akan dilihat sebagai negara yang memiliki profil risiko tinggi untuk berinvestasi.
“Artinya minat investasi dari luar negeri untuk investasi atau menanamkan modalnya dalam jangka panjang semakin berkurang minatnya,” ucap Bhima.
“Mereka para investor lebih akan mencari negara yang berpendapatan menengah ke atas,” pungkasnya.