TRIBUNNEWS.COM - Setiap brand memiliki karakteristik khusus yang menjadi “DNA” atau roh mereka. Keistimewaan tersebutlah yang membentuk soul atau jiwa dari masing-masing brand, dan menjadi penggerak di tengah industri yang semakin kompetitif, tanpa tergiur mengikuti permainan lawan.
Hal tersebut dapat terlihat dari perjalanan bisnis dua pelaku usaha dari Temanggung, Jawa Tengah, yaitu Singgih Susilo Karton dan Eryanti. Memanfaatkan sumber daya alam desa yang kaya, mereka mengelola kekayaan tersebut menjadi sebuah produk bernilai tinggi sembari mengangkat derajat desa mereka.
Lantas seperti apa perjalanan keduanya dalam berupaya menjaga jiwa brand mereka dengan cara membangun sebuah story telling yang bestari, seraya memanfaatkan kekayaan alam dan mengindahkan prinsip kearifan lokal dari lingkungan sekitar serta keluarga? Hadir dalam Episode 3 Petualangan Brilian The Series, berikut kisah keduanya.
Usaha revitalisasi desa dengan kearifan lokal
Singgih Susilo Kartono merupakan penggagas dari pabrik sepeda bambu di Temanggung, Spedagi. Ide untuk membangun usaha ini berawal dari perasaan ‘gemas’ Singgih. Saat itu, Singgih yang seorang sarjana desain merasa tertampar ketika melihat banyaknya tanaman bambu yang tumbuh di sekitarnya, namun Ia tidak melakukan apa-apa atas sumber daya yang melimpah tersebut.
"Ketika browsing di internet saya menemukan bahwa sepeda bambu dibuat di negara-negara yang justru nggak punya bambu. Ini menampar sekali, karena di sini, bambu itu ada di mana-mana. Bambu adalah sesuatu yang luar biasa dan sebenarnya merupakan material yang paling gampang ditemukan di desa,” tutur Singgih.
Berangkat dari keinginan untuk membuat perubahan, Singgih pun memulai proses penciptaan karya sepeda bambunya pada tahun 2013, hingga akhirnya menghasilkan brand Spedagi, nama yang disingkat dari Sepeda Pagi.
Bersama dengan timnya, Singgih melewati jalan berliku untuk melakukan konservasi kebun bambu agar dapat mendatangkan nilai lebih. Singgih tak ingin karyanya hanya sekedar bernilai ekonomis, namun juga mengarahkan pada gerakan revitalisasi potensi asli desa.
"Saat saya mengembangkan sepeda bambu, gerakan yang kami usung adalah revitalisasi desa. Bagaimana agar sumber daya yang terabaikan bisa jadi sesuatu yang luar biasa ketika digarap dengan serius," kisahnya.
Kini, Spedagi telah menjadi produk artisan dengan totalitas craftsmanship yang baik. Dibutuhkan 6 hari kerja untuk menghasilkan satu buah sepeda bambu yang melalui proses cermat, teliti, dan terampil dengan menggunakan teknologi sederhana. Karena itu, mengendarai sepeda bambu dari Spedagi ibarat mengendarai karya seni.
Nilai kearifan lokal pun sangat kental terdapat dalam setiap produk sepeda dari Spedagi. Pasalnya, Spedagi adalah sepeda bambu pertama di dunia yang menggunakan bambu petung dengan konstruksi bilah tangkup, yaitu konstruksi kerangka atap rumah-rumah tradisional, sebuah bentuk kecerdasan lokal yang luar biasa dalam pengolahan bambu.
Pada perkembangannya, Spedagi tidak hanya menjadi ikon dari revitalisasi desa, namun juga menularkan gerakan revitalisasi ke beberapa negara lain seperti Jepang.
Meski dengan kesuksesan tersebut, Singgih tidak ingin menjadikan Spedagi sebagai produk industri massal. Sebaliknya, Ia berharap untuk terus memberikan inspirasi bagi masyarakat sekitar, termasuk para pelaku UMKM, dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa desa adalah suatu komunitas yang sangat kaya akan sumber daya.
Selama pandemi, UMKM di desa memang turut merasakan penurunan usaha. Padahal, menurut Singgih, desa layaknya adalah kampung pengusaha, hanya dalam skala yang lebih kecil dan pengelolaannya bercampur dengan kebutuhan rumah tangga. Karena itu, desa sebenarnya memiliki banyak potensi yang terkadang tidak terlihat oleh masyarakat desa itu sendiri.
"Desa punya banyak sekali peluang dalam UMKM. Termasuk petani. Petani itu bukan buruh, petani adalah pengusaha," tegasnya.
“Saya yakin bahwa desa adalah masa depan, dan Spedagi akan menjadi sesuatu yang berharga di masa depan dan akan menyejahterakan negara kita,” ujarnya
"Ini juga membuktikan sekali lagi bahwa lokalitas itu melahirkan orisinalitas," tambah Singgih.
Dari sini, terlihat jelas bahwa Singgih merupakan sosok dengan cara berpikir yang filosofis. Melalui brand Spedagi miliknya, terdapat unsur alamiah serta batiniah dari Singgih yang memandang kearifan lokal sebagai pandangan hidup sekaligus pengetahuan untuk menemukan jiwa bagi setiap karyanya
Pentingnya budi daya dalam menjaga kekhasan cita rasa kopi
Tertanamnya jiwa yang kuat dalam sebuah brand juga dapat terlihat dari usaha Ery Coffee milik Eryanti. Bagi Eryanti, agar usaha kedai kopi bertahan dan tetap tumbuh di tengah-tengah ketatnya persaingan, setiap pemilik usaha wajib menjaga jiwa dari brand mereka.
Dengan sosok Eryanti yang tegas, mandiri, serta berprinsip, Ery Coffee pun bisa terus bertahan hingga saat ini karena komitmennya dalam menjaga marwah yang diturunkan dari orang tuanya.
Dulunya, Ery merupakan pengusaha mebel. Ia kemudian mulai tertarik untuk membuka usaha kopi saat melihat sosok bapaknya, seorang petani kopi berprestasi yang telah memenangkan berbagai penghargaan dalam 45 tahun menjalankan usahanya.
Seiring berjalannya waktu, Ia pun terinspirasi untuk meneruskan prestasi sang ayah. Jika bapaknya mendalami bidang budi daya tanaman kopi, maka Eryanti berkecimpung di bidang marketing produk kopi sejak tahun 2016.
Meski masa awal transisi usaha diakuinya cukup sulit, dengan komitmen yang tinggi, usaha Ery Coffee pun tetap dapat berjalan lancar. Bagi Eryanti, kopi memang bukan semata bisnis, namun merupakan sebuah passion.
Sebagai anak dari keluarga petani kopi, secara moral ia akan berpegang pada kualitas dan cita rasa kopi asli Indonesia, khususnya kopi Temanggung, dan bila dikerucutkan lagi, kopi hasil perkebunannya sendiri.
Hal ini tidak terlepas dari prinsip yang dipegang oleh sang ayah sebagai seorang petani kopi, di mana budi daya menjadi kunci penting dalam menghasilkan tanaman kopi serta cita rasa yang berkualitas.
“Dulu saya kira setiap kopi rasanya sama saja. Ternyata, cita rasa kopi itu dipengaruhi 60% di budidaya, kemudian 20% di prosesnya, dan 15% di roasting. Di seduhannya cuma tinggal 5%,” jelas Eryanti.
“Kalau banyak menggunakan pupuk kimia, itu berpengaruh di rasa. Makanya keluarga kita setiap tahun berusaha mengurangi penggunaan pupuk kimia,” tambahnya.
Dengan menekankan penggunaan pupuk kandang serta pengurangan penggunaan pupuk kimia dari tahun ke tahun, rasa yang dihasilkan dari kopi yang ditanam sang ayah pun menjadi lebih lezat.
Sembari menjalankan usaha, Eryanti dengan Ery Coffee-nya sadar betul akan pentingnya memupuk identitas brand dengan mengedepankan nilai-nilai personal. Hal ini tidak terlepas dari perasaan sayang Ery terhadap legacy yang dimiliki oleh keluarganya.
Dengan sejarah panjang sang ayah sebagai seorang pembudidaya kopi, tanaman tersebut telah menjadi sebuah warisan yang memiliki jiwa tersendiri.
Dalam menjalankan usahanya, Eryanti juga berpikir bagaimana agar para petani kopi bisa mendapatkan sesuatu yang lebih baik. Salah satunya adalah dengan mendorong para petani untuk mengubah pola pikir mereka.
"Petani itu kalau mau sukses, harus dari diri sendiri, bukan dari orang lain,” tutur Eryanti.
“Kalau mau mendapat nilai tambah, harus dikelola dengan baik standar dan prosesnya, kemudian kita pasarkan ke kafe-kafe, jangan langsung ke pengepul,” sebutnya.
Pada awal usahanya, Eryanti sendiri juga turut berkeliling dari kafe ke kafe dan memberikan sampel produk kopinya untuk menarik pelanggan. Selain itu, Ia tidak lupa melampirkan sertifikat-sertifikat kejuaraan yang dimiliki oleh bapaknya. Kegigihannya tersebut dikombinasikan dengan nilai personal yang diturunkan dari keluarganya, membuahkan hasil yang manis.
Tahu betul bagaimana menghadapi permintaan pasar serta terus mempertahankan jiwa dari brand-nya, sekarang usaha Eryanti telah berkembang, dan kini Ia memiliki 5 kedai kopi. Sejumlah penghargaan dari dalam dan luar negeri pun ia terima.
Keberhasilan ini memang tidak terlepas dari mimpi yang Ia miliki. Eryanti ingin kedainya jadi lebih dikenal di kalangan masyarakat agar dapat menarik orang luar untuk datang dan menikmati kopi asli Temanggung.
Kesuksesan Eryanti ini juga turut menjadikannya seorang inspirator. Sekarang, tidak sedikit UMKM-UMKM kopi lain di Temanggung yang sudah mengubah pola pikir mereka, lalu menjalankan usahanya seperti Eryanti. Bahkan, ada beberapa dari mereka yang telah mulai memproduksi kopinya sendiri.
Tak hanya itu saja, mantri BRI juga berperan memberikan advis dan menggerakan masyarakat lokal sekitar Eryanti untuk membangun UMKM dengan membuat kopi. Saat ini, para warga sekitar rumah Eryanti juga banyak yang menerima kredit modal kerja dari BRI, dan menggunakannya sebagi modal membeli mesin kopi untuk menambah nilai dari biji kopi itu sendiri.
Kisah Singgih dan Eryanti dalam mempertahankan jiwa brand lewat pemanfaatan kearifan lokal dan nilai-nilai positif di lingkungan sekitar, diharapkan dapat menginspirasi pelaku UMKM-UMKM lainnya untuk tetap tumbuh dan berkembang dalam mempertahankan identitas brand mereka.
Dengan maraknya persaingan dalam industri lokal, BRI mendorong para pelaku UMKM dapat mendefinisikan ulang tujuan tanpa menghilangkan karakteristik yang menjadi jiwa dari brand mereka. Karena itulah, Brilian The Series hadir untuk mengangkat kisah-kisah inspiratif dari para penggiat UMKM yang menjadi garda terdepan dalam menopang perekonomian bangsa.
Dalam Petualangan Brilian The Series Episode 3 yang juga menghadirkan Brand Activist Arto Biantoro dan Mantri BRI Aulia Diah, akan terlihat peran BRI dan para mantri BRI yang setia mendampingi, membantu, menolong, memberikan modal usaha, serta memberdayakan para pelaku UMKM untuk terus dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan dan meraih kesuksesan dengan kekhasannya masing-masing.
Yuk, simak kisah lengkap dari Singgih dan Eryanti dalam Petualangan Brilian The Series Episode 3, hanya di Kompas TV dan kanal YouTube Bank BRI.