Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo menyampaikan asumsi indikator ekonomi makro tahun 2022 dalam pidato Nota Keuangan 2022 di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara DPR RI, Senin (16/8/2021).
Dalam asumsi tersebut, pemerintah berupaya mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen sampai 5,5 persen.
Wakil Direktur Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai target yang dipatok pemerintah tidak realistis karena ketidakpastian pada 2022 masih tinggi.
Baca juga: Ekonom Indef: Dana Perlindungan Sosial Rp 427,5 Triliun Rawan Dikorupsi
"Target ini terlalu optimis dan pastinya kurang realistis. Kemudian persoalan lainnya akibat targetnya ini bercabang akan mengakibatkan mixed signal bagi dunia usaha untuk mencapai satu titik," ucap Eko dalam diskusi publik virtual, dikutip Rabu (18/8/2021).
Menurutnya, penting bagi DPR untuk memutuskan kepastian target pertumbuhan ekonomi yang diproyeksi oleh pemerintah.
Baca juga: Presiden IOC Akan Kembali Lagi ke Jepang untuk Pembukaan Paralimpiade
"Kalau mau mencapai angka ini catatan saya butuh dukungan dari sektor konsumsi, investasi, dan ekspor secara bersamaan. Kalau satu komponen ini meleset dugaan saya pertumbuhan ekonomi juga akan di bawah lima persen," ucap Eko.
Indef menyampaikan sejumlah indikator memberi sinyal negatif seperti Indonesia masuk dalam daftar kasus dan angka kematian yang tinggi.
Hal ini menggambarkan persentase vaksinasi Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain yang ekonominya mulai recovery.
Baca juga: Kemerdekaan Harus Diisi dengan Implementasi Nilai Kebangsaan untuk Kesejahteraan Bersama
Indikator kesejahteraan menjadi catatan lainnya karena berkaitan dengan sektor perdagangan dan industri.
Kedua sektor ini belum dapat beroperasi total karena adanya aturan pembatasan sehingga penyerapan tenaga kerja tidak optimal.
Tingkat pengangguran terbuka mencapai 6,26 persen pada Februari 2021 atau sebanyak 8,75 juta orang.
Dampak dari tingginya tingkat pengangguran juga menambah tingkat kemiskinan menjadi 10,14 persen atau 27,54 juta orang.
"Investasi menjadi faktor penentu mencapai target menurunkan jumlah pengangguran. Satu lagi jangan lupa UMKM juga bisa menjadi bantalan penyerapan tenaga kerja," tukasnya.
Indef menekankan pemerintah harus mempercepat distribusi bansos agar daya beli masyarakat tidak terpuruk di tahun depan.
"Pengurangan angka kemiskinan bergantung kecepatan pemulihan ekonomi. Kalau kita bisa tarik kecepatannya menjadi katakanlah triwulan IV 2021 bisa pulih mungkin saja situasi kemiskinan akan lebih baik. Tapi kalau nunggu 2022 akan sulit kita capai," tutur Eko.