TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Salah satu industri yang saat ini paling lengkap dan banyak menyerap tenaga kerja mulai dari hulu hingga hilir adalah industri hasil tembakau (IHT).
Tidak kurang dari 6 juta tenaga kerja mulai dari buruh tani, supir, hingga buruh level top eksekutif .
Selain penyediaan lapangan pekerjaan juga sumbangan keuangan kepada negara sangat tinggi.
Tidak kurang dari Rp 200 triliun setiap tahunnya. Namun karena tekanan pihak tertentu, pemerintah menganaktirikan bahkan terus menekan IHT lewat kenaikan cukai yang sangat tinggi.
Baca juga: Elemen Mata Rantai IHT Ramai-Ramai Sampaikan Penolakan Kenaikan Cukai kepada Jokowi
Karena itu, jika mengaku pro rakyat kecil, pemerintahan Presiden Jokowi diminta membatalkan rencana kenaikan cukai rokok di tahun 2022.
Jika pemerintah menaikan cukai rokok kembali akan mematikan ekonomi jutaan buruh industri rokok dan tembakau yang ada di seluruh Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wachjudi dan Ketua Umum Pengurus Daerah Federasi Serkat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia ( PD FSP RTMM SPSI ) Jawa Timur Purnomo, kepada pers kemarin di Jakarta.
Baca juga: Pemerintah Diminta Perhatikan Industri dan Petani Sebelum Naikkan Cukai Rokok
“Kami meminta tidak ada kenaikan cukai rokok. Rencana kenaikan cukai rokok yang disampaikan pemerintah, itu akan mematikan nasib jutaan buruh industri rokok dan tembakau di seluruh Indonesia,” tegas Ketua PD FSP RTMM Jawa Timur, Purnomo.
Lebih lanjut, Purnomo juga meminta agar pemerintah dimasa pandemic Covid yang berdampak pada resesi ekonomi, tidak melakukan perubahan kebijakan yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan IHT.
Seperti rencana perubahan Peraturan Pemerintah (PP) No, 109 tahun 2012 dan simplifikasi tier cukai rokok.
Baca juga: Kenaikan Cukai Rokok Dinilai Berpotensi Kurangi Tenaga Kerja di Industri Tembakau
“Kalau simplifikasi tier cukai dapat mematikan pabrik pabrik rokok kecil sekaligus juga mematikan nasib buruh rokok, kami meminta pemerintah tidak melakukan simplifikasi. Kami juga meminta pemerintah menunda perubahan atas PP No. 109 tahun 2012. Penerintah harus focus melindungi Industri rokok sekaligus melindungi nasib buruhnya,” tegas Purnomo.
Ketua Umum Gaprindo Benny Wachjudi memaparkan, tahun 2020, saat pendemic Covid 19 Pemerintah menaikan harga jual eceran dan cukai rokok masing masing 23 persen dan 35 persen.
Kenaikan tersebut sangat tinggi. Kemudian pada tahun2021 kenaikan tarif cukai kembali naik di atas 12,5 persen.
Kenaikan ini tentu sangat berat karena ditengah tengah situasi pandemic covid19, dimana situasi tersebut sangat tidak menguntungkan bagi IHT.