Menurut Nasir, keputusan MK tersebut membuat pejabat negara bisa digugat jika dalam penggunaan anggaran dana untuk penanganan Covid-19 ini mengalami penyimpangan.
"Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan institusi penegak hukum sekarang dapat masuk melakukan penyelidikan," tambahnya.
Pihaknya pun menanti pemeriksaan pengelolaan dana pengendalian corona selama hampir dua tahun.
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Netty Prasetiyani meminta pemerintah membongkar praktik mafia test PCR.
"Asumsi publik ini harus dijawab oleh pemerintah. Buktikan bahwa memang tidak ada motif bisnis buktikan tidak ada penumpang gelap pemberlakuan kebijakan test PCR," kata Netty.
Menurutnya bahwa pemberlakuan PCR di moda transportasi udara pekan lalu jelas ada permainan bisnis.
Tidak heran PCR menjadi perbincangan hangat netizen di media sosial.
"Apalagi sekarang maskapai sekarang bangkunya sudah boleh terisi 100 persen. Jadi kalau kemudian kita hitung kalau 100 persen berapa jumlah kursinya dan dikalikan test PCR-nya," ucap Netty.
Pebisnis Raup Cuan Tinggi
Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kesehatan dan Keadilan M. Isnur menyoroti soal penurunan harga jasa pelayanan pemeriksaan PCR oleh Pemerintah.
Ia menilai penurunan harga tersebut tidak mencerminkan asas transparansi dan akuntabilitas.
"Kebijakan tersebut diduga hanya untuk mengakomodir kepentingan kelompok tertentu yang memiliki bisnis alat kesehatan, khususnya ketika PCR dijadikan syarat untuk seluruh moda transportasi," ujar Isnur.
Dalam catatan Koalisi Masyarakat Sipil bahwa harga pemeriksaan PCR setidaknya telah berubah sebanyak empat kali.
Pada saat awal pandemi muncul, harga PCR belum dikontrol oleh Pemerintah sehingga harganya sangat tinggi mencapai Rp2,5 juta.