Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, pada pekan ini, satu di antara fokus pelaku pasar dalam negeri akan tertuju ke rilis data neraca perdagangan.
Pertumbuhan neraca dagang diproyeksikan lebih lambat dibandingkan bulan Oktober. Selain itu, pelaku pasar juga akan mencermati langkah Bank Indonesia (BI) dalam menjaga stabilitas moneter.
"Di mana, suku bunga acuan menjadi tolok ukur pelaku pasar terkait pergerakan pasar keuangan ke depan," ujar dia melalui risetnya, Senin (13/12/2021).
Baca juga: Pengertian KPR, Syarat Pengajuan Serta Perhitungan Suku Bunganya
Menurut Nico, inflasi yang masih berada pada 1,75 persen masih cukup rendah, sehingga apabila BI menaikkan suku bunga acuan pada akhir semester II 2021 tentu akan memberikan dampak signifikan terhadap pergerakan pasar saham maupun obligasi.
"Kenaikkan tingkat suku bunga bagi kami juga hanya masalah waktu hingga The Fed memberikan aba-aba pada pertemuan The Fed pekan ini," katanya.
Sementara, tidak menutup kemungkinan bahwa BI akan mencoba untuk head of the curve dengan menaikkan tingkat suku bunga lebih awal sebelum The Fed melakukannya.
Hal itu dinilainya sebagai bagian dari sebuah langkah antisipasi untuk menjaga pasar tetap stabil.
Baca juga: Menperin Harap Implementasi Teknologi 4.0 Bisa Jadi Investasi Penting Bagi Industri
"Situasi dan kondisi seperti ini tentu membutuhkan pandangan dan kebijakan dari BI untuk menunjukkan kepada kita semua. Langkah apa yang akan dilakukan apabila hal tersebut terjadi," tutur Nico.
Memang benar, dampak yang akan terjadi kelihatannya terbatas jika ada kenaikan suku bunga, meski volatilitas bukan berarti menjadi tanpa batas.
"Secara gejolak dan tekanan, jangka pendek akan tetap terasa. Pertanyaannya adalah, apakah kita siap untuk mencoba beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang ada nanti, meskipun pemulihan ekonomi di Indonesia masih belum usai?" pungkasnya.