TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fakta baru yang mengejutkan tentang potret orang kaya Indonesia diungkap Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Suryadi Sasmita.
Suryadi mengatakan, banyak orang kaya di Indonesia yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) seumur hidupnya.
Hal tersebut membuat orang-orang kaya tersebut selama ini luput dari kewajibannya membayar pajak kepada negara.
Bahkan mirisnya, mereka kini tengah menikmati masa pensiunnya.
“Banyak orang yang belum punya NPWP tapi punya rumah besar, mobil mewah, punya uang, jam tangan mahal-mahal."
"Banyak juga yang sudah pensiun, duit sudah banyak tetapi belum punya NPWP,” lapor Suryadi kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani, Selasa (14/12/2021).
Suryadi mengaku sudah mengingatkan orang-orang kaya itu untuk segera mengungkapkan hartanya dalam program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau di masyarakat awam lebih terkenal dengan Tax Amnesty Jilid II.
Suryadi juga mengingatkan, jika mereka tidak segera mengaku dosa pajaknya kepada pemerintah, mereka harus merogoh kocek lebih dalam untuk membayar sanksi.
Karena, pemerintah tetap akan bisa melacak lokasi harta mereka. Namun masalah lain malah timbul.
Para orang kaya yang tidak memiliki NPWP tersebut malah mengatakan kepada Suryadi kalau meragukan sistem pajak di Indonesia sudah secanggih itu.
Baca juga: NIK-NPWP Kini Diintegrasikan, Pengeluaran Orang Kaya Makin Mudah Terlacak
Dengan demikian, mereka jumawa, kalau harta yang belum diungkapkan tidak bisa terendus oleh pemerintah.
Padahal, saat ini pemerintah sudah akan mengintegrasikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk mempermudah administrasi perpajakan.
Baca juga: Cara Membuat NPWP Pribadi Secara Online dan Offline, Berikut Syarat yang Harus Disiapkan
Bukan tidak mungkin, mereka yang tidak patuh pajak bisa dilacak hanya dari NIK nya saja.
“Jadi semua, asal tahu saja. Sistem pajak kita ini sudah mulai luar biasa. Jadi saya imbau teman-teman pengusaha agar benar-benar jangan melewatkan kesempatan ini karena kalau sudah masuk 2023 ini bisa jadi problem (masalah),” ujar Suryadi.
Suryadi menilai, kebijakan pemerintah untuk mengintegrasikan Nomor Induk Kependudukan atau NIK dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) akan berdampak besar bagi penerimaan pajak. Sebab dengan integrasi data ini, maka ke depan tidak ada lagi upaya menutupi harta kekayaan wajib pajak.
Menurut Suryadi Sasmita, integrasi data NIK dan NPWP ini akan memudahkan pegawai pajak mendeteksi penghasilan tersembunyi wajib pajak.
Himbauan Menkeu ke Pengempang Pajak
Terkait hali ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengingatkan para pengemplang pajak untuk melakukan pengungkapan sukarela terhadap dosa pajaknya pada tahun depan.
Ini lewat Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang akan berjalan selama enam bulan, yaitu dari 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022.
Menkeu juga menganjurkan mereka yang belum mengungkapkan hartanya untuk ikut program tersebut, karena kalau masih bandel, maka siap-siap harus merogoh kocek lebih dalam untuk membayar sanksi.
“Mendingan ikut saja. Kalau ikut, bersih, dan juga lega. Karena kalau enggak, tim Direktorat Jenderal Pajak akan mengejar dimanapun harta Anda berada,” ujar Sri Mulyani dalam sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), Selasa (14/12/2021).
Sri Mulyani kembali menjelaskan kebijakan dan mekanisme denda dari PPS ini.
Kebijakan pertama, wajib pajak yang sudah ikut pengampunan pajak atau tax amnesty (TA) tahun 2016 silam kalau ingin mengungkapkan harta yang belum diungkapkan, maka dipatok tarif 11 persen untuk harta di luar negeri.
Kemudian tarif 8 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi, dan 6% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri serta dimasukkan dalam investasi energi terbarukan.
Jika mereka tidak segera mengungkapkan hartanya dalam PPS ini, maka akan dikenakan PPh Final dari harta bersih tambahan dengan tarif 25% untuk WP Badan, 30% untuk WP orang pribadi, serta 12,5% untuk WP tertentu.
Ditambah lagi, ada sanksi sebesar 200% untuk aset yang kurang diungkap.
Kebijakan kedua, wajib pajak yang mengungkapkan hartanya di tahun 2016 hingga 2020 tetapi belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020, wajib membayar PPh Final sebesar 18% untuk harta di luar negeri.
Kemudian 14% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi, dan 12% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri serta dimasukan dalam investasi energi terbarukan.
Baca juga: Penjelasan Dukcapil dan Menkeu Sri Mulyani soal Rencana NPWP Diganti NIK
Jika kurang ungkap harta berdasarkan kebijakan ini, maka akan dikenakan PPh final dari harta bersih tambahan dengan tarif 30% dan aset yang kurang diungkap akan dikenai sanksi bunga per bulan ditambah uplift factor 15%.
“Ini kami lakukan agar basis pajak lebih komplit, agar tidak ada kegiatan yang bisa menghindari pajak terus menerus karena kalau begitu kan ngak adil,” tandasnya.
Laporan Reporter: Bidara Pink
Sebagian artikel ini tayang di Kontan dengan judul Miris! Ternyata banyak orang kaya yang sudah pensiun tetapi tidak pernah punya NPWP
Selanjutnya: Aneka Tambang (ANTM) lunasi pembayaran pokok obligasi senilai Rp 2,1 triliun