Hal ini kata Sri Mulyani, sebagai bentuk dukungan kepada Grup Texmaco. Kemudian, Grup Texmaco membuat perjanjian (agreement) dengan BPPN melalui Master of Restructuring Agreement (MRA) yang ditandatangani oleh pemiliknya, Marimutu Sinivasan.
Melalui perjanjian itu, Marimutu setuju utang 23 usahanya akan dialihkan kepada dua perusahaan yang dibentuk yaitu PT Jaya Perkasa Engineering dan PT Bina Prima Perdana.
Adapun untuk membayar kewajibannya, Grup Texmaco setuju mengeluarkan exchangeable bonds (obligasi tukar) sebagai pengganti dari utang-utang.
Exchangeable bonds ini memiliki tenor 10 tahun dengan bunga 14 persen untuk rupiah dan 7 persen untuk mata uang global. Namun pada 2004, Grup Texmaco kembali gagal membayar kupon exchangeable bonds.
"Dengan demikian pada dasarnya Grup Texmaco tidak pernah membayar kupon dari utang yang sudah dikonversi menjadi exchangeable bonds tersebut," jelas Sri Mulyani.
Jual aset holding company Pada 2005, Grup Texmaco mengakui utangnya kepada pemerintah melalui Akta Kesanggupan Nomor 51.
Pemilik Grup Texmaco menyatakan, pihaknya bakal kembali membayar utang dan jaminan kepada pemerintah melalui operating company dan holding company sebesar Rp 29 triliun.
"Jadi yang bersangkutan memiliki utang dan akan membayar melalui operating company dan holding company senilai Rp 29 triliun plus akan membayar tunggakan LC yang waktu itu sudah diterbitkan untuk mendukung perusahaan tekstilnya sebesar 80,57 juta dollar AS dan 69.997.478.000," beber Ani, sapaan akrab Sri Mulyani.
Di sisi lain pemilik juga mengatakan tidak akan mengajukan gugatan kepada pemerintah di akta yang sama. Namun sekali lagi kata Sri Muyani, Grup Texmaco tidak memenuhi akta kesanggupan tersebut. (Kompas.com/Fika Nurul Ulya)