TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Harga minyak goreng di pasaran masih terbilang tinggi berkisar Rp 19 ribu hingga 24 ribu per kg.
Kenaikan harga minyak goreng ini dipicu karena adanya momen Natal dan tahun baru.
Namun pada pekan kedua Januari 2022, harga minyak goreng masih belum mengalami penurunan.
Baca juga: Harga Minyak Goreng Masih Mahal, Dirjen Agro Kemenperin Tinjau Ketersediaan ke Industri
Menanggapi hal itu, Ketua Fraksi Gerindra DPR RI Ahmad Muzani heran mengapa harga minyak goreng di pasaran masih tinggi.
Apalagi saat ini Indonesia merupakan eksportir bahan dasar minyak sawit (crude palm oil) terbesar di dunia.
Mestinya fakta ini harus dijadikan indikator utama bahwa harga minyak goreng di Indonesia haruslah terjangkau.
Meski demikian, Muzani mengapresiasi usaha pemerintah yang telah melakukan operasi pasar untuk menekan tingginya harga minyak goreng.
Namun, hal itu belum bisa merubah fakta bahwa harga minyak goreng masih tinggi.
"Kita tahu memang harga CPO dunia sedang mengalami kenaikan. Tapi itu bukan menjadi patokan mengapa harga minyak goreng di dalam negeri kita masih tinggi. Apalagi Indonesia merupakan produsen terbesar bahan dasar minyak goreng. Jadi rakyat bertanya, kenapa harga minyak goreng kok masih mahal?," kata Muzani dalam keterangan yang diterima, Rabu (12/1/2022).
Baca juga: Harga Minyak Goreng Tinggi, Pemerintah Kota Madiun Jawa Timur Gelar Operasi Pasar
Muzani mengatakan, saat ini hampir seluruh perusahaan-perusahaan produsen minyak goreng besar dalam negeri menggarap lahan sawit di atas tanah Hak Guna Usaha (HGU) miliki negara.
Oleh sebab itu, Muzani berharap para pengusaha kepala sawit untuk lebih bijak dalam menerapkan harga minyak di domestik.
Sebab, kenaikan harga minyak goreng ini berimplikasi buruk terhadap pertumbuhan ekonomi kerakyatan.
Muzani menjelaskan, dari data yang ada, hampir semua perusahaan yang bergerak di kelapa sawit menggunakan lahan hak guna usaha (HGU) miliki negara.
"Jadi ini memungkinkan para pengusaha sawit untuk menetapkan harga minyak goreng yang murah agar dapat dijangkau rakyat. Apalagi kita adalah produsen CPO terbesar dunia, yang artinya bahan baku minyak goreng sangat berlimpah. Ini hampir sama kasusnya dengan batu bara beberapa waktu lalu. Gerindra berharap kepedulian ini menjadi perhatian semua pihak agar seluruh lapisan masyarakat dapat menikmati segala sumber kekayaan alam yang terkandung di bumi Indonesia sesuai amanat UUD 1945 Pasal 33 ayat 3," ucap Wakil Ketua MPR itu.
"Sebab, implikasi dari mahalnya harga minyak goreng ini sangat memperberat usaha rakyat. Pengusaha gorengan, nasi goreng, warteg, pengusaha kerupuk, masyarakat di pedesaan dan dusun-dusun merasa sangat terbebani dengan mahalnya harga minya goreng ini karena mayoritas masih menggunakan minyak goreng eceran. Apalagi saat ini seluruh UMKM kita sedang berusaha bangkit dari kerterpurukan akibat krisis yang disebabkan pandemi Covid-19," imbuhnya.
Baca juga: Penghasil Terbesar Dunia, Harga Minyak Goreng di Indonesia Malah 2 Kali Lebih Mahal dari Malaysia
Muzani mengatakan, kasus krisis batu bara beberapa waktu lalu harus dijadikan pelajaran bagi semua pihak.
Oleh sebab itu, Sekjen Gerindra ini meminta agar pemerintah turut memberikan perhatian lebih terharap mahalnya harga minyak goreng.
Misalnya dengan menetapkan harga atas dan harga bawah bagi minyak goreng baik secara kemasan maupun eceran (minyak curah).
"Kami berharap pemerintah melihat mahalnya harga minyak goreng ini bisa diatasi seperti pemerintah mengatasi permasalah krisis batu bara beberapa waktu lalu. Misalnya dengan menetapkan harga atas dan harga bawah bagi minyak goreng kemasan dan curah," ucapnya
"Saya yakin, peran pemerintah akan sangat berpengaruh dan dapat mempengaruhi harga minyak goreng di pasaran. Sehingga seluruh rakyat Indonesia dan pelaku UMKM terutama bisa menikmati murahnya harga minyak goreng sesuai dengan predikat Indonesia sebagai eksportir CPO terbesar dunia," pungkas Muzani.