News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Rusia Vs Ukraina

Di Ambang Perang dengan Rusia, Maskapai Penerbangan Mulai Hindari Wilayah Udara Ukraina

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana Bandara Boryspil International Airport, bandara utama di ibukota Kiev, Ukraina.

TRIBUNNEWS.COM, SYDNEY - Semakin banyak maskapai penerbangan internasional yang berupaya menghindari wilayah udara Ukraina di tengah situasi yang tidak menentu di negara tersebut.

Beberapa di antaranya bahkan telah menutup jalur masuk ke negara tersebut.

Perusahaan penasihat operasi penerbangan OPSGROUP, pada hari Senin (14/2/2022) melaporkan bahwa keputusan banyak maskapai muncul setelah peringatan AS bahwa Rusia dapat menyerang kapan saja.

Maskapai penerbangan asal Belanda KLM, mengatakan akan menghentikan penerbangan ke Ukraina dan penerbangan yang melintasi wilayah udara Ukraina.

Sedangkan Lufthansa dari Jerman baru akan mempertimbangkan pembatasan tersebut.

Menurut pantauan Reuters melalui layanan pelacakan penerbangan FlightRadar24, penerbangan British Airways (BA) untuk rute antara London dan Asia terpantau menghindari wilayah udara Ukraina.

Baca juga: Invasi Rusia ke Ukraina Tak Bisa Diprediksi, Gedung Putih Klaim Bisa Kapan Saja

Sementara itu, maskapai Ukraina SkyUp mengatakan harus mengalihkan penerbangan dari Portugal ke Ukraina pada Sabtu setelah pemilik pesawat melarangnya memasuki wilayah udara Ukraina.

Baca juga: Konflik Makin Memanas, AS Siap Tarik Semua Personil Diplomatik dari Ukraina dalam 2 Hari ke Depan

Mark Zee, pendiri OPSGROUP, memperkirakan kondisi ini akan berlangsung cukup lama. Jika ketidakpastian terus berlanjut, bukan tidak mungkin penerbangan ke Ukraina akan ditangguhkan secara penuh.

Zee juga menyoroti kemungkinan banyaknya negara dan maskapai yang khawatir insiden penerbangan MH17 akan terulang di tengah ketegangan Ukraina dan Rusia saat ini.

"Saya tidak berpikir itu disarankan pemerintah karena ketidaktersediaan berbasis asuransi atau operator mencari operator lain. KLM, Lufthansa, dan British Airways, misalnya, memutuskan untuk tidak terbang di atas Ukraina sama sekali, kita hampir kembali ke skenario MH17," ungkap Zee.

Pesawat Malaysia Airlines MH17 ditembak jatuh di Ukraina timur pada tahun 2014, menewaskan 298 orang di dalamnya.

Dua pertiga dari mereka adalah warga negara Belanda. Insiden terjadi di tengah konflik di wilayah Krimea.

Kantor berita Interfax dari Ukraina mengatakan perusahaan asuransi Ukraina telah menerima pemberitahuan dari perusahaan reasuransi bahwa maskapai penerbangan tidak menanggung risiko perang.

Perdana Menteri Ukraina Denys Shmygal pada hari Minggu (13/2/2022) meyakinkan bahwa pemerintah telah mengalokasikan 16,6 miliar hryvnia atau sekitar US$ 590 juta untuk memastikan keselamatan penerbangan bagi perusahaan asuransi dan leasing untuk menjamin kelanjutan penerbangan melalui wilayah udaranya.

Zee menilai langkah maskapai yang menghindari Ukraina akan memiliki dampak besar pada rute penerbangan internasional.

Namun, hal itu diperkirakan tidak akan menambah banyak biaya penerbangan jarak jauh.

Kerek Harga Minyak

Konflik Rusia dan Ukraina yang makin memanas membuat harga minyak mentah dunia melonjak 3 persen pada akhir perdagangan akhir pekan lalu.

Harga ini berada di level tertinggi baru dalam tujuh tahun.

Sentimen yang menyokong minyak datang dari meningkatnya kekhawatiran invasi Ukraina oleh Rusia, yang menambah kekhawatiran atas pasokan minyak mentah global yang ketat.

Jumat (11/2/2022) lalu, harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman April 2022 melonjak US$3,03 atau 3,3% dan ditutup di level US$ 94,44 per barel.

Sementara itu, harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Maret 2022 juga naik US$3,22 atau 3,6% dan ditutup ke US$ 93,10 per barel.

ILUSTRASI (ETF Daily News)

Kedua harga acuan tersebut menyentuh level tertinggi sejak akhir 2014, melampaui level tertinggi yang dicapai pada hari Senin (7/2/2022). Di mana, Brent naik 1,3% dalam sepekan dan WTI menguat 0,9% di pekan ini.

Harga kedua tolak ukur minyak ini juga membukukan kenaikan delapan minggu berturut-turut di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang pasokan global karena permintaan pulih dari pandemi virus corona.

Volume perdagangan melonjak dalam satu jam terakhir perdagangan, dengan volume untuk patokan global Brent naik ke level tertinggi dalam lebih dari dua bulan.

"Pasar tidak mau ketinggalan saat memasuki akhir pekan, karena invasi yang tampaknya akan segera terjadi dan Anda tahu bahwa akan ada sanksi pembalasan yang akan mengakibatkan gangguan pada pasokan gas alam dan minyak," kata Andrew Lipow, President Lipow Oil Associates di Houston.

Katalis utama yang membuat harga minyak melonjak tajam datang setelah Rusia diketahui kembali mengumpulkan cukup banyak pasukan di dekat Ukraina.

Pemerintah AS menyebut, hal itu dilakukan untuk melancarkan invasi besar. Washington pun mendesak semua warga AS yang berada di Ukraina untuk meninggalkan negara itu dalam waktu 48 jam.

Setali tiga uang, Inggris juga menyarankan warga negaranya untuk meninggalkan Ukraina karena Perdana Menteri Boris Johnson menekankan perlunya sekutu NATO untuk memperjelas bahwa akan ada paket sanksi ekonomi yang berat yang siap diterapkan, jika Rusia menyerang Ukraina.

Di sisi lain, International Energy Agency (IEA) menaikkan perkiraan permintaan minyak untuk tahun 2022 dan memperkirakan permintaan global akan meningkat sebesar 3,2 juta barel per hari (bph) tahun ini dan mencapai rekor sepanjang masa 100,6 juta bph.

Laporan pengawas energi tersebut mengikuti peringatan Organisasi Negara Pengekspor Minyak awal pekan ini bahwa permintaan minyak dunia mungkin meningkat lebih tajam tahun ini karena pemulihan ekonomi pascapandemi yang kuat.

IEA menambahkan, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab dapat membantu menenangkan pasar minyak yang bergejolak jika mereka memompa lebih banyak minyak mentah. IAE menambahkan, aliansi OPEC+ hanya menghasilkan 900.000 barel per hari di bawah target pada Januari.

Arab Saudi dan UEA dianggap memiliki kapasitas produksi cadangan paling banyak dan dapat membantu mengurangi persediaan minyak global yang semakin menipis yang telah menjadi salah satu faktor yang mendorong harga menuju US$ 100 per barel, memperdalam inflasi di seluruh dunia.

Pemerintahan Biden menanggapi harga tinggi dengan kembali menyatakan bahwa mereka telah berbicara dengan produsen besar tentang lebih banyak produksi, serta kemungkinan rilis strategis tambahan dari konsumen besar, seperti yang terjadi akhir tahun lalu.

Selain itu, pembicaraan nuklir tidak langsung antara AS-Iran dilanjutkan minggu ini setelah istirahat 10 hari.

Sebuah kesepakatan bisa melihat pencabutan sanksi terhadap minyak Iran dan mengurangi ketatnya pasokan.

Di Amerika Serikat, pengebor menambahkan rig minyak paling banyak dalam seminggu dalam empat tahun, dengan jumlah rig, indikator produksi masa depan, naik 19 menjadi 516, tertinggi sejak April 2020, kata perusahaan jasa energi Baker Hughes Co.

Laporan Prihastomo Wahyu Widodo l Sumber: Kontan

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini