Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Membuka usaha makanan dan minuman di Inggris ternyata tidak mudah.
Memerlukan sejumlah persyaratan ketat, seperti diceritakan General Secretary 2 Indonesia Smes Community (ISME) Kusumaaji Pramanajati dalam diskusi Tribunnews, "Manfaat G-20: Membangun Konektivitas UKM-Diaspora RI".
Kusumaaji menceritakan, pihaknya sempat menggelar pameran pada 28 November 2021. Di mana Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Indonesia turut berpartisipasi.
Baca juga: Tiga Hal Ini Penting Dimiliki UMKM Agar Berdaya Manfaatkan Momentum G20
"Ada tas, sepatu, kain batik, masker-masker batik, hingga piring pecah belah. Dan masyarakat di sini sangat antusias sekali," ujar Kusumaaji dalam diskusi, Jumat (11/3/2022).
Menurut Kusumaaji, pengunjung pameran ingin membeli produk buatan Indonesia. Namun, tidak dapat dilakukan lantaran memiliki persyaratan ketat di Inggris.
Ia mencontohkan, persyaratan untuk menjual suatu produk di Inggris sangat ketat. Di sektor makanan, misalnya tidak hanya mengutamakan soal rasa.
"Pengusaha dalam industri FnB (makanan dan minuman) bisa kita katakan melakukan usaha di Inggris bukan cuma asal enak, terus bisa buka warung terus jualan," tuturnya.
Sebab, setiap aktivitas menjual makanan dengan memperoleh profit dikategorikan sebagai sektor usaha. Sehingga harus mengikuti regulasi yang rinci di Inggris.
Baca juga: Kemenlu: UMKM Indonesia Memiliki Potensi Menyasar Pasar Internasional
"Seperti terdata di pemerintah, ada sertifikasi higienis, kalau jualnya makanan panas, frozen food beda lagi perizinannya termasuk sertifikasinya," ucap Kusumaaji.
Kemudian, terdapat sertifikasi untuk kemasan, alat produksi, dan lain-lain. "Belum lagi tantangan industri yang lain, apakah hospitality, services, dan kesenian," katanya.